Kulonprogo
Bupati Kulonprogo Tak Kapok Tempuh Langkah Dialogis Lagi
Pendekatan dialogis menjadi hal utama yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo terhadap warga penolak pembangunan bandara.
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Pendekatan dialogis menjadi hal utama yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kulonprogo terhadap warga penolak pembangunan bandara.
Dari situ, pemerintah berharap bisa mengetahui latar belakang penolakan warga dan dicarikan solusi terbaiknya.
Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo mengatakan bahwa warga yang saat ini masih berdiam menegaskan bahwa pihaknya mengedepankan jalan dialogis dalam menyikapi resistensi dari sebagian warga terdampak pembangunan bandara.
Warga akan diajak berkomunikasi secara jernih terkait permasalahan yang dihadapi sehingga ada pemahaman bersama yang bisa dilakukan.
Jika sudah begitu, kata Hasto, pencarian solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut bisa lebih akurat.
"Kami lebih ke dialogis. Ruwet rentengnya apa? Rembukan lah," kata Hasto, Jumat (20/4/2018).
Baca: Hasto Minta RSUD Wates Tingkatkan Lips Service
Warga akan diberikan pengertian agar bisa memahami tahapan dan status lahan yang mereka tempati.
Bagaimanapun juga, lahan yang saat ini masih ditinggali sudah tercakup dalam Izin Penetapan Lokasi (IPL) untuk pembangunan bandara sehingga warga terdampak harus pindah keluar dari area tersebut.
Pemkab Kulonprogo sendiri telah menawarkan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Wates bagi warga penolak yang membutuhkan hunian sementara.
Rusunawa tersebut bisa dihuni secara gratis oleh warga dengan fasilitas sarana prasarana seperti ruang kamar yang layak dan memadai serta suplai air dan listrik relatif lancar.
Namun begitu, Hasto tidak menginginkan ada penggusuran paksa dengan langsung menarik warga begitu saja dari tempatnya saat ini.
Ia menegaskan warga harus diajak duduk bersama untuk mencari solusinya.
"Kami lebih pada rembukan dulu. Apa warga mau pindah ke tempat keluarga, ke rusunawa, atau ada skenario lain," kata Hasto.
Baca: Warga Kamal di Kulonprogo Gelar Ruwahan di Lumpang Kentheng
Upaya dialog yang ditempuhnya dengan mendatangi langsung warga penolak pada Selasa (17/4/2018) malam lalu memang tak berjalan mulus dan cenderung tanpa hasil.
Warga masih dengan kukuhnya menyatakan menolak pindah dan tak ingin digusur dari tanah yang ditinggali selama ini.
Namun begitu, Hasto menyatakan tak kapok dan akan mencoba menemui warga lagi di waktu selanjutnya.
Setidaknya, langkah itu akan dilakukannya kembali sebelum terjadi eksekusi pengosongan lahan oleh pihak PT Angkasa Pura I.
"Harapan saya bisa bertemu (warga) lagi. Meskipun masih ada yang keras, saya akan coba cara lain yang tetap persuasif dalam waktu secepatnya," kata Hasto.
Baca: Angkasa Pura Layangkan SP Pengosongan Lahan Secara Beruntun
Terkait eksekusi pengosongan lahan, pihaknya menyerahkan urusan tersebut pada langkah PT AP I.
Ia hanya berharap perusahaan itu tidak langsung merobohkan rumah yang masih dihuni warga melainkan memberi kesempatan warga untuk memindahkan barang dan mengambil bagian fisik rumah untuk dimanfaatkan kembali.
Sementara itu, seorang warga penolak pembangunan bandara dari Palihan, Sofyan mengatakan pemerintah seharusnya sudah memahami bahwa warga menolak tanpa syarat apapun.
Warga tidak menginginkan uang miliaran dari pembebasan lahannya melainkan hanya ingin hidup nyaman dan tenteram tanpa harus tergusur.
Maka itu, jika upaya pendekatan masih dilakukan pemerintah hanya supaya warga menyerahkan lahan, dirinya menilai hal itu sebagai sebuah pemaksaan.
"Karena, warga dari awal sudah menolak (pembangunan bandara) dan hal itu sudah pernah kami sampaikan kepada Bupati. Kami tidak mau dipaksa untuk pindah. Apapun nama dan caranya (pendekatan) itu kan memaksa," kata dia.(TRIBUNJOGJA.COM)