Spionase Mossad Eli Cohen

Kisah Eli Cohen, Mata-mata Legendaris Israel di Suriah yang Berakhir di Tiang Gantungan #2

TIGA bulan di Buenos Aires, Amin Taabes sudah mendapatkan segala-galanya. terutama kepercayaan elite komunitas Suriah di kota itu

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Spion Eli Cohen 

Seturun di pelabuhan Beirut, Sheikh Magd Al-Ard membawa Amin Taabes ke Damaskus. Ia mencari apartemen dan mendapatkannya di Abu Rummanah, berseberangan dengan markas besar Angkatan Bersenjata Suriah.

Usaha ekpor imornya segera bergerak, dan langsung gilang gemilang. Bisnis itu benar-benar riil, dan memberikan banyak manfaat ekonomi bagi Mossad. Teman-teman bisnis Taabes bertambah banyak, dan ia gemar bertemu ngopi di Pasar Hammidiyah, Old Damascus.

Relasi elite Taabes kian banyak. Ia berteman dengan Letnan Maazi Zaher El-Din, kemenakan Kepala Staf Militer Suriah, Jenderal Abdul Karem Zaher El-Din. Ada juga George Seif, pemimpin siaran radio propaganda Suriah.

Eli Cohen berakhir di tiang gantungan
Eli Cohen berakhir di tiang gantungan (alamy)

Lalu Kolonel Salim Hatoum, kepala pasukan payung di Suriah. Hatoum ini orang yang sangat anti-Zionis, yang kerap berjam-jam menceramahi teman-teman betapa banyak tokoh politik Suriah yang takut berperang melawan Israel.

Ironisnya, saudara Hatoum bernama Garis, tingal di Tel Aviv, menjadi Yahudi yang sangat ortodoks. Keluarga Hatoum ini termasuk suku Druze yang tinggal di perbatasan Israel-Suriah. Dinamika Damaskus diikuti penuh antusias oleh Amin Taabes.

Tiap malam ia menggunakan radio pemancar, mengirimkan pesan bersandi ke markas Mossad. Mikrofilm ia kirimken ke Zurich, sebelum sampai ke meja di Tel Aviv. Laporan Amin Taabes mencakup petunjuk gerakan militer di markas besar.

Suatu ketika, Taabes mendapati markas besar mliter Suriah terang benderang selama tiga hari berturut-turut. Kendaraan militer hilir mudik keluiar masuk markas, tak lazim. Taabes menepis kemungkinan kup.

Ia menduga ada persiapan perang melawan Israel. Laporan itu ia kirim ke Tel Aviv, dan ternyata benar. Kendaraan lapis baja Suriah berarak menuju Golan. Israel mendahului serangan, mencegat gerakan pasukan Suriah di perjalanan.

Enam bulan sesudah kedatangannya di Damaskus, Amin Taabes dipanggil pulang. Ia kembali jadi Eli Cohen dan menghabiskan liburan singkat bersama keluarganya. Sesudah itu ia kembali ke Damaskus, dan oleh Sheikh Magd Al-Ard, Taabes dipertemukan dengan Frans Radmacher.

Taabes terkejut, dan nyaris tak bisa menguasai diri. Taabes tahu sosok di depan mata adalah tangan kanan Adolf Eichman, jagal Nazi di Belgia dan Yugoslavia. Tokoh itu jadi target penting Mossad untuk diadili atau dilenyapkan.

Eli Cohen
Eli Cohen ()

Di Damaskus, Frans Radmacher jadi penasehat Biro Deuxieme, dinas rahasia Suriah. Taabes melapor ke Mossad, ia bertemu Radmacher, dan siap membunuhnya. Mossad panik, dan meminta Taabes tak bertindak sembrono. Rencana itu ditolak mentah-mentah.

Taabes dengan penuh penyesalan menurut perintah itu. Ia terus melanjutkan servis memabukkan ke para relasinya, termasuk Kolonel Sallah Dalli, perwira yang dianggap paling moncer di Suriah saat itu.

Ia membiarkan kolega-koleganya itu berpuas-puas di apartemennya, termasuk dengan gundik- gundik mereka. Kepada temannya yang lain, Letnan Maazi,kemenakan jenderal top Suriah, Taabes mengutarakan minatnya pada soal-soal militer.

Terbuai omongan Taabes, Maazi mengajaknya pergi ke Dataran Tinggi Golan. Ingin menyenang- nyenangkan temannya, Maazi mengizinkan Taabes mendatangi pos-pos dan parit-parit pertahanan militer Suriah di pegunungan itu.

Taabes leluasa masuk kawasan terlarang karena ia juga dikenal berkawan dengan Jenderal Al- Hafez, atase militer yang dikenalnya di Buenos Aires. Taabes melihat secara cermat ada 80 howitzer kaliber 122 mm, dan ke arah mana moncongnya ditempatkan.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved