Melihat Kondisi Sungai Winongo melalui Susur Sungai
Puluhan peserta terjun langsung ke sungai Winongo dengan start di Kragilan dan finish di Tegalrejo.
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO) menggelar kegiatan susur sungai dalam rangka memperingati Hari Air Dunia ke XXVI, Sabtu (24/3/2018).
Puluhan peserta terjun langsung ke sungai Winongo dengan start di Kragilan dan finish di Tegalrejo.
Ada yang menggunakan ban, ada juga yang menggunakan perahu karet.
Namun semua peserta susur sungai telah dilengkapi dengan helm serta pelampung saat melakukan penyusuran.
Ketua Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA) Kota Yogyakarta, Endang Rohjiani menjelaskan tujuan dilaksanakannya kegiatan tersebut adalah mencari informasi mengenai keadaan di sepanjang sungai, mulai dari tebing sungai, mata air, titik sampah, dan titik limbah.
Endang menjelaskan, di sungai bagian atas atau yang dekat dengan titik start, kondisi sungai belum tercemar.
Bahkan di Gedongkiwo masyarakat telah menerapkan sistem mina padi dan beberapa waktu yang lalu melaksanakan panen ikan dari hasil tersebut.
Baca: Sungai Winongo Masuk ke Dalam Kategori Tercemar Sedang
Sementara itu, untuk sisi selatan sungai atau yang hampir mendekati garis finish, terlihat beberapa titik pencemaran limbah yang dibuang ke sungai.
Mulai dari kandang babi, kandang sapi, pabrik tahu yang tidak hanya masuk aliran sungai namun juga masuk ke aliran irigasi menuju Bantul.
"Kalau pabrik tahu tersebut ada di Wirobrajan, Gedongkiwo, dan Notoprajan," ucapnya ditemui setelah acara susur sungai.
Ia menuturkan, dengan adanya acara susur sungai tersebut, masyarakat mampu menjaga dan melestarikan air.
"Selama ini kita masih mengabaikan air hujan. Harusnya itu diresapkan. Kalau ada istilah Jogja Asat atau Jogja Kelelep itu tentang tata kelola. Harusnya setiap 100 meter persegi ada resapan air. Bagaimana konservasi air ini terus ditingkatkan," tuturnya.
Baca: Peringati Hari Air Sedunia, FKWA Gelar Sarasehan
Sementara itu, Kepala BBWSO, Tri Bayu Adji menjelaskan bahwa dari sisi kualitas air masih dinilai bagus.
Hanya saja di sisi selatan sudah mulai ada pencemaran.
Walau demikian ia menilai bahwa untuk digunakan sebagai sarana olahraga air, sungai tersebut masih representatif.
"Memang di beberapa titik ada rontokan pohon bambu yang membuat ban saya kecubles. Ada juga sungai yang dangkal serta jeram kecil yang membuat saya jadi duduk di batu," ujarnya ketika membagi pengalaman susur sungai lantas tertawa.
Ia juga menjelaskan, bahwa sepanjang aliran sungai yang digunakan untuk susur sungai bisa memenuhi fungsi sungai yakni mengalirkan air. Pemandangan di kanan kiri pun dikatakannya relatif bagus.
"Tapi di beberapa titik tebingnya mulai longsor. Lalu selanjutnya ada juga vegetasi dan bronjong. Bronjong memang tidak sekuat yang permanen, tapi ini lebih alami," ungkapnya.
Baca: 14 KK Warga Bantaran Kali Winongo Masih Mengungsi
Penggunaan bronjong, lanjutnya, memang yang paling cocok diterapkan di sempadan sungai.
Hal tersebut dikarenakan bronjong dapat menyesuaikan dengan aliran air sungai.
"Kalau ada masyarakat yang bilang belum setahun dibronjong tapi kok bentuknya sudah berantakan, itu yang benar. Bronjong tidak lurus terus, tapi berbelok-belok sesuai dengan aliran air sungai yang benar," paparnya.
Ia mengaku bahwa pihaknya bertanggung jawab atas sempadan sungai.
Terkait keenganan BBWSO membangun talud yang longsor, Tri Bayu memberikan tanggapannya.
Baca: Wakil Wali Kota Yogyakarta Akan Tinjau Beberapa Hal Terkait Longsor di Kali Winongo
"Rumah atau bangunan tidak boleh dibangun di atas sempadan sungai. Namun bukam berarti tidak boleh dimanfaatkan sama sekali. Misalkan di sini, dibuat akses jalan, boleh. Dibuat tempat olahraga boleh. Tapi tidak boleh ada bangunan permanen," tegasnya.
Alih-alih membangun talud, ia mengungkapkan rencananya untuk menghijaukan sempadan sungai dengan rumput.
Selain alami, Tri Bayu menuturkan bahwa ikatan akar rumput dengan ranah sangatlah kuat sehingga sesuai digunakan untuk memperkuat tanah di sekitar aliran air sungai.
"Talud rumput kami siapkan segera dieksekusi. Rumput itu ikatan tanahnya lebih kuat sepanjang tidak ada beban dibatasnya. Kalau pohon, akarnya justru merusak tebing," tandasnya.(TRIBUNJOGJA.COM)