UNY Bangun Perpustakaan Tanpa Kertas
Perpustakaan baru yang dimiliki UNY mengusung konsep nonkonvensional atau digital library.
Penulis: Santo Ari | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sebagai ruang baca, perpustakaan menjadi miniatur dunia yang yang bisa dijelajahi oleh siapapun yang memiliki minat yang tinggi terhadap berbagai informasi dengan membaca buku-buku yang tersaji.
Namun, kini tidak jarang beberapa perpustakaan terlihat sangat sepi, bahkan beberapa di antaranya terpaksa gulung tikar dan menjual semua koleksi buku-buku yang tersedia.
Pelbagai alasan menjadi sebab sepinya pengunjung perpustakaan, seperti koleksi buku yang usang, tidak lengkap, pelayanan kurang ramah, hingga sulitnya mencari buku yang tersedia meski tercatat dan tertata dalam rak yang rapi.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat telah mengubah cara dan budaya masyarakat dalam mencari informasi.
Mereka tidak lagi harus berkunjung ke ruang-ruang perpustakaan yang terkadang terasa membosankan.
Kini, mereka cukup dengan menggerakkan jari-jarinya dalam handphone yang telah terkoneksi dengan internet dan semua informasi yang dibutuhkan akan datang tanpa kesulitan mencari di mana peletakkannya, biayanya, bahkan dari informasi belahan dunia manapun bisa didapat dengan mudah dan cepat.
Sebagai lembaga pendidikan yang bercita-cita menjadi perguruan tinggi kelas dunaia, maka UNY menyesuaikan diri dengan digitalisasi perpustakaan.
Perpustakaan digital dibangun agar pengguna seperti dosen dan mahasiswa dapat memiliki jangkauan yang tidak terbatas dan memiliki aksesbilitas yang tinggi.
Ide digitalisasi perpustakaan itu kini sudah terwujud dengan dibangunnya gedung digital library, yang dibangun di sisi utara gedung perpustakaan UNY.
Slamet Widodo, Direktur Islamic Development Bank UNY menjelaskan perpustakaan baru yang dimiliki UNY mengusung konsep nonkonvensional atau digital library.
Dengan dibangunnya ini, diharapkan mampu meningkatkan kualitas sivitas akademika di lingkungan UNY dan sekitarnya dalam mengakses perpustakaan.
Sementara konsep nonkonvensional diharapkan mampu memberi kenyamanan bagi pengunjung perpustakaan.
Semua koleksi basisnya digital seperti e-book, e-journal, semua dapat diakses dengan fasilitas 300 komputer yang tersedia di digital library.
Itu sejalan dengan upaya memiliki akses yang lebih luas di era teknologi informasi saat ini.
Gedung seluas 3446 m2 ini memiliki empat lantai dan dibagi menjadi beberapa ruangan antara lain ruang penyimpanan soft file, ruang belajar individual dan kelompok, serta ruang seminar yang dilengkapi dengan fasilitas teknologi digital terbaru.
"Konsepnya seperti kafe digital. Kami desain nyaman dan kursinya empuk komputernya bagus. Dengan penataan nonkonvensional, di sana tidak akan menemukan buku. Ada meja, kursi, dan komputer. Tidak klasikal. Koleksinya serba digital. Termasuk skripsi sampai disertasi kita digitalisasikan," terangnya.
"Di lantai empat itu ada conference room. Terhubung internet berkecepatan tinggi, kapasitas 350 orang, Bisa teleconference dengan universitas di luar negeri, tarafnya internasional. Proyeksinya internasional," tambahnya.
Pembangunan gedung serba digital ini sejalan dengan program paperless yang diusung UNY saat ini.