Lipsus Terminal Giwangan
Selain Tak Terawat, Terminal Giwangan Juga Sepi penumpang
Selain tampak tak terawat, jumlah penumpang yang singgah di terminal ini juga semakin lama terus menyusut.
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tak hanya soal fasilitas di terminal Giwangan, penelusuran Tribun Jogja kemudian berlanjut ke lorong-lorong penjual tiket dan oleh-oleh.
Di sini kondisinya tak berbeda jauh.
Gelap, atap jebol dan berbau menyengat adalah suguhan pertama yang ditawarkan terminal ini.
Selain tampak tak terawat, jumlah penumpang yang singgah di terminal ini juga semakin lama terus menyusut.
Penjaja tiket dan oleh-oleh pun sama-sama menjerit.
Dari cerita sejumlah penjual tiket bus PATAS di lantai II, di hari-hari biasa sudah sulit mencari calon penumpang.
Biasanya calon penumpang mendadak ramai di kala akhir pekan atau musim libur tiba.
Baca: Terminal Giwangan Pernah Dinobatkan sebagai Terminal Terbersih
"Sudah nggak kayak dulu. Sekarang ramainya kalau akhir pekan atau tanggal merah thok," kata seorang penjual tiket yang enggan disebut namanya, pekan lalu.
Penjual tiket lain pun berkata demikian.
Mereka mengakui di terminal itu kian sedikit penumpang yang membeli tiket di terminal Giwangan.
"Kalau yang beli di sini mungkin bisa dibilang langganan ya. Kalau orang-orang baru mungkin lebih milih beli tiket di luar terminal," katanya.
Kondisi ini juga menyebabkan kios-kios agen atau penjual tiket hanya buka paruh waktu.
Atau, bila mereka sudah tidak kuat bertahan dengan sepinya penumpang, gulung tikar jadi pilihan.
Beberapa sopir bus PATAS yang ditemui Tribun Jogja di terminal itu pun mengamini bahwa jumlah penumpang yang dibawa dari terminal Giwangan mengalami penurunan.
Dari yang dulunya bisa membawa full 50 seat kini mendapat setengahnya saja sudah untung.
Baca: Terminal Giwangan Semakin Tak Terawat
Kondektur bus jurusan Surabaya, Toto satu suara soal mencari penumpang di Terminal Giwangan."Dapat 10 penumpang saja sudah untung," katanya.
Kondisi ini dikarenakan, kata Toto, penumpang lebih banyak memilih moda transportasi lain yang dinilainya lebih cepat dan nyaman.
"Penumpang kan sekarang lebih banyak milih kereta daripada bus. Cepat dan nyaman kali," ujarnya.
Koordinator Satpel Terminal Giwangan, Bekti Zunanta menyebut, penurunan penumpang yang terjadi merupakan kenyataan pahit yang harus dihadapi terminal.
Ia mengatakan memang terjadinya penurunan penumpang setiap tahunnya.
Di lima tahun terakhir ini terdapat penurunan penumpang rata-rata 3 persen per tahun.
Baca: Kampung Sanggrahan Giwangan Panen 1,5 Kuintal Kelengkeng
Berdasarkan data Satpel Terminal Giwangan, penurunan itu bisa dilihat dari jasa ruang tunggu atau penumpang yang semakin menurun.
Di tahun 2014, jasa ruang tunggu mencapai Rp 1.213.386.000, sementara pada tahun 2015 mencapai Rp 1.060.538.000.
Jumlah tersebut terus menurun hingga tahun 2016 yang mencapai Rp 967.478.500.
“Untuk tahun 2017 memang tidak dipungut retribusi baik kios, bus yang masuk dan juga peron. Sehingga tidak ada pemasukan, “ ulasnya.
Adapun untuk pemungutan retribusi hingga kini masih menunggu aturan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).(TRIBUNJOGJA.COM)