Nasib Becak Tradisional di Yogya
Datangi Gedung DPRD DIY, Pengemudi Betor Minta Perlindungan
Dengan tidak adanya legalitas dan payung hukum yang menaungi betor, pengemudi becak motor (betor) merasa dianak tirikan.
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ratusan pengemudi becak motor (betor) menggelar aksi unjuk rasa, di halaman gedung DPRD DIY, Yogyakarta, Kamis (22/2/2018).
Massa tersebut, mengatasnamakan dirinya sebagai Paguyuban Becak Motor Yogyakarta (PBMY).
Koordinator PBMY, Parmin, menjelaskan bahwa maksud unjuk rasa kali ini, adalah untuk menagih kepastian, terkait legalitas betor, yang tak kunjung didapat.
Dengan tidak adanya legalitas dan payung hukum yang menaungi betor, pihaknya merasa dianak tirikan.
"Sedangkan yang terjadi di lapangan, polisi terus saja melakukan razia terhadap betor. Negara terkesan abai," tegasnya.
Menurut Parmin, tindakan semacam itu, telah melanggar konstitusi.
Sebagai pemangku tanggung jawab, lanjutnya, negara punya kewajiban terhadap warganya, terutama hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945.
"Menjadi pengemudi betor dan menjadikan betor sebagai sarana utama untuk mencari nafkah, tentu tidak salah. Karena sejatinya kami berhak memilih pekerjaan, serta perlindungan atas ancaman pengangguran," ucapnya.
Terlebih, yang membuat pihaknya semakin merasa perlu untuk berunjuk rasa adalah tidak kunjung terealisasinya prototipe betor, yang dijanjikan oleh pemerintah.
Oleh sebab itu, ia mendesak pemerintah, agar segera mewujudkannya, sehingga betor bisa legal.
"Kami butuh perlindugan, karena di lapangan, tidak hanya betor saja yang melanggar. Taksi online juga, mereka belum ada aturannya. Kemudian ojek online, mereka santai saja pakai handphone di jalan, tapi selama ini tidak ada teguran kan," ungkap Parmin.
"Selama ini, polisi berani tegas pada betor. Bahkan, sampai ada yang digergaji. Sementara polisi tidak berani gergaji taksi online kan? Beraninya kalau sama becak motor," tambahnya. (*)