Bandara Kulonprogo

Merasa Digantung AP I, Warga Mantan Penolak Bandara NYIA Gelisah

Mereka kecewa dan merasa 'digantung' oleh PT Angkasa Pura I sebagai pemrakarsa pembangunan bandara tersebut karena tak kunjung mendapatkan kejelasan.

Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Singgih Wahyu
Sejumlah warha eks penolak bandara dar kelompok WTT mengadu ke help desk NYIA, Senin (12/2/2018). 

TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Warga mantan penolak pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) dari kelompok Wahana Tri Tunggal (WTT) kembali mempertanyakan kejelasan proses pengajuan diskresi (keringanan) penilaian ulang asetnya.

Mereka kecewa dan merasa 'digantung' oleh PT Angkasa Pura I sebagai pemrakarsa pembangunan bandara tersebut karena tak kunjung mendapatkan kejelasan.

Aset warga terdampak berupa bangunan, tanaman, dan sarana pendukung lain (SPL) beberapa waktu lalu sudah dinilai ulang oleh appraisal, tak lama setelah kelompok warga itu berubah arah mendukung proyek bandara tersebut, jelang akhir 2017 lalu.

Sayangnya, hingga saat ini, mereka tak juga menerima kabar yang menggembirakan untuk pencairan dana ganti rugi aset tersebut.

Bahkan, warga kini juga tidak tahu nilai asetnya berdasarkan penghitungan appraisal.

Di sisi lain, warga eks WTT kini juga telah hengkang dari areal lahan pembangunan bandara dan rumahnya sudah diratakan tanah oleh alat berat dari proyek tersebut dalam pembersihan lahan.

"AP I tidak berani memberitahukan nilai ganti ruginya tanpa alasan jelas. Kami jadi gelisah. Sudah berbulan-bulan tanpa kejelasan soal appraisal ulang itu," kata seorang warga eks WTT asal Pedukuhan Kragon II, Desa Palihan, Supriyadi, Selasa (20/2/2018).

Kegelisahannya itu bukan tanpa alasan.

Ganti rugi dari tanaman gambas dan budidaya semangka itu sangat berarti baginya jika bisa dicairkan.

Ia tidak lagi memiliki harta dan sumber penghasilan setelah terdepak dari tempat tinggalnya selama ini di Palihan karena terdampak pembangunan bandara.

Dirinya pun kini harus tinggal di rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Triharjo Wates karena tidak punya uang untuk membikin rumah baru.

Pihaknya berharap ganti rugi itu langsung dibayarkan dalam waktu segera.

Seperti halnya pembebasan lahan terdahulu di mana warga terdampak langsung bisa mencairkan dana ganti ruginya.

Warga eks WTT disebutnya sudah cukup bersabar selama ini namun kondisi tanpa kejelasan seperti saat ini benar-benar menyiksa.

Informasi yang didengarnya, ada permintaan dari anggota WTT yang senasib dengannya agar pengurus organisasi itu bergerak lagi untuk menuntut haknya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved