Barongsai, Sejarah Mengusir Roh Jahat dengan Bunyian Nyaring
Konon, tarian barongsai dilakukan untuk mengusir roh-roh jahat. Dipercayai bahwa monster, hantu, dan roh-roh jahat takut dengan suara keras.
Barongsai hoksan biasanya dikenal karena ekspresif, langkah kaki yang unik, penampilan yang impresif, dan musik yang bertenaga. Diperkirakan, pendiri Barongsai Hoksan adalah Feng Gengzhang pada abad ke 20. Feng lahir di desa di kota He Shan, dan dia diajarkan beladiri China dan Barongsai dari ayahnya. Kemudian, ia mempelajari bela diri dan Barongsai dari Fo Shan sebelum pulang ke desanya dan membuat sasananya sendiri.
Feng menciptakan gaya berbarongsainya yang unik, dan menciptakan teknik baru memaikan Barongsai dengan mempelajari mimik dan gerak kucing, seperti "menangkap tikus, bermain, menangkap burung, dan berguling". Dan, terciptalah kepala barongsai bergaya Hok San, ia merendahkan dahi Barongsai, melengkungi tanduknya, dan membuat mulutnya menjadi seperti paruh bebek. Badannya juga menjadi terlihat lebih bertenaga dan berwarna lebih mencolok.
Feng juga menciptakan gaya musik baru dalam bermain Barongsai yang disebut "Seven Star Drum". Sekitar tahun 1945, pemain Barongsai hoksan diundang untuk tampil di berbagai tempat di China dan bagian Asia Tenggara. Di Singapura, Barongsai hoksan menjadi terkenal dan mendapatkan julukan "Raja dari Raja Barongsai" dan memiliki tulisan "Raja" (王) di dahi Barongsai Hoksan.
Biasanya, perbedaan warna pada bulu Barongsai melambangkan umur dan karakter sang Barongsai. Barongsai dengan warna putih adalah barongsai yang paling tua, warna putih melambangkan kesucian. Barongsai berwarna kuning adalah Barongsai dengan umur yang tidak teralu tua dan tidak terlalu muda, warna kuning melambangkan keberuntungan dan ketulusan hati.
Barongsai berwarna hitam adalah barongsai dengan umur yang paling kecil. Itulah mengapa, biasanya barongsai berwarna hitam ditarikan dengan gerakan yang lincah dan seperti memiliki keingintahuan tinggi. Barongsai berwarna emas melambangkan kegembiraan. Barongsai dengan warna hijau melambangkan pertemanan. Barongsai dengan bulu warna merah melambangkan keberanian. Karena berkembangnya waktu, Barongsai modern telah muncul dan menghasilkan warna-warna baru seperti pink, ungu, dll.
Baca: Cantiknya Istri Wakil Bupati Trenggalek, Ini Rahasianya
Barongsai dimainkan di beberapa tempat. Barongsai yang dimainkan di lantai atau papan disebut Barongsai Tradisional, Barongsai yang dimainkan di atas tonggak disebut Barongsai Tonggak. Tonggak yang berstandar internasional memiliki tinggi kurang lebih 80cm sampai 2 meter. Untuk Barongsai lantai, biasanya area dalam pertandingan dibatasi 8x8 meter - 10x10 meter. Dalam pertunjukan barongsai, makanan Barongsai yang berupa sayur disebut Cheng.
Untuk menarikan Barongsai, agar terlihat indah dan menarik, pemain Barongsai harus menguasai kerjasama antar pemain, kerjasama pemain musik, dan kerjasama pemain musik dan pemain barongsai. Pergerakan barongsai dengan musik harus serasi. Pemain barongsai juga harus membuat barongsai seolah benar-benar "hidup" dengan cara membuat ekspresi dan mimik wajah barongsai seolah-olah nyata.
Barongsai di Indonesia
Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad-17, ketika terjadi migrasi besar dari Tiongkok Selatan[3].
Barongsai di Indonesia mengalami masa maraknya ketika zaman masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan. Setiap perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan di berbagai daerah di Indonesia hampir dipastikan memiliki sebuah perkumpulan barongsai.
Perkembangan barongsai kemudian berhenti pada tahun 1965 setelah meletusnya Gerakan 30 S/PKI. Karena situasi politik pada waktu itu, segala macam bentuk kebudayaan Tionghoa di Indonesia dibungkam. Barongsai dimusnahkan dan tidak boleh dimainkan lagi.
Perubahan situasi politik yang terjadi di Indonesia setelah tahun 1998 membangkitkan kembali kesenian barongsai dan kebudayaan Tionghoa lainnya. Banyak perkumpulan barongsai kembali bermunculan. Berbeda dengan zaman dahulu, sekarang tak hanya kaum muda Tionghoa yang memainkan barongsai, tetapi banyak pula kaum muda pribumi Indonesia yang ikut serta[2].
Pada zaman pemerintahan Soeharto, barongsai sempat tidak diizinkan untuk dimainkan. Satu-satunya tempat di Indonesia yang bisa menampilkan barongsai secara besar-besaran adalah di kota Semarang, tepatnya di panggung besar kelenteng Sam Poo Kong atau dikenal juga dengan Kelenteng Gedong Batu. Setiap tahun, pada tanggal 29-30 bulan enam menurut penanggalan Tiong Hoa (Imlek), barongsai dari keenam perguruan di Semarang, dipentaskan.
Atlet Barongsai FOBI
Sekarang barongsai di Indonesia sudah diperlombakan. Federasi Olahraga Barongsai Indonesia atau FOBI yang menaungi kesenian Barongsai telah diakui oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia KONI. Jadi, sekarang pemain Barongsai bisa disebut sebagai Atlet Barongsai. Barongsai Indonesia telah meraih juara pada kejuaraan di dunia.