Tanggapi Aksi 'Kartu Kuning' untuk Jokowi, Presiden BEM KM UGM Panen Pujian Warganet

Tagar #MataNajwaKartuKuningJokowi trending di urutan pertama Twitter pada Kamis (2/2/2018).

Editor: Muhammad Fatoni
ist
Presiden Mahasiswa UGM, Obed Kresna Widyapratistha 

TRIBUNJOGJA.COM - Diakui atau tidak, Zaadit Taqwa termasuk pintar memanfaatkan peluang untuk mengkritik Presiden Joko Widodo tepat di depan mukanya.

Keruan saja, baru masuk ruangan Balairung Universitas Indonesia, sebelum duduk di tempat duduknya, Presiden Jokowi mendapat sentilan dari pluit dan kartu kuning Zaadit saat menghadiri Dies Natalis ke-68 UI, Jumat (2/2/2018).

Siapa orang tak geger, kartu kuning dan pluit Zaadit yang notabene sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa UI itu untuk Presiden Jokowi, sementara di kiri kanan dan belakangnya berdiri rektor dan para dosen UI.

Kartu kuning dan pluit di ruang itu merangkum kritik yang dialamatkan kepada Presiden Jokowi, meski Zaadit baru menjelaskan maksudnya usai diamankan satu personel Pasukan Pengamanan Presiden.

Orang boleh saja sepakat dengan gaya Zaadit mengkritik, tapi tak sedikit yang menyesalkan tindakannya tersebut, karena sebagai tuan rumah, ia harus menghormati tamunya.

"Ini kritikan yang sudah halus dan elegan terhadap pemerintah," begitu nilai Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/2/2018) malam.

Selain itu, Pangi mengapresiasi tak ada kerusuhan yang timbul dari aksi ini karena Zaadit yang beraksi solo tetap diperlakukan baik oleh personel Paspampres.

"Salut dan kita apresiasi Presiden Jokowi, terkesan Presiden Jokowi tidak lah otoriter seperti banyak tuduhan orang selama ini terhadap Beliau. Presiden sangat demokratis," dia menambahkan.

Dalam diskusi pada Rabu (8/2/2018) malam, Program Mata Najwa mengangkat teman, Kartu Kuning Jokowi.

Di antaranya perwakilan mahasiswa yang Najwa hadirkan, Obed menyedot perhatian dan menjadi perhatian warganet karena pandangannya yang tajam soal bagaimana seharusnya mahasiswa.

"Bangsa ini mengalami perpecahan diameteral. Orang sekarang antara dia mengkritik pemerintah lalu dikatakan sebagai anti pemerintah. Sedangkan orang yang sering kali mengatakan dia mendukung apa yang dikatakan pemerintah, dia dikatakan sebagai pro pemerintah.

Ada perpecahan itu dan itu yang membuat bangsa ini pecah

Nah, mahasiswa itu harus menjadi intermediate aktor yang mana bisa jadi jembatan antara keduanya. Ketika dia mengkritik pemerintah, bukan berarti dia antri pemerintah. Itu pun sebaliknya. Ketika dia mendukung pemerintah, bukan berarti mahasiswa itu pro pemerintah. 

"Lalu apa yang membuat mahasiswa itu bisa jadi intermediate aktor? yaitu rasa kemanusiaan yang dibangun melalui hasil belajar kami hidup bersama masyarakat. Ngobrol di angkringan, di burjo, dsb. Itu cara-cara kami belajar menghirup bau dari masyarakat itu sendiri. Terimakasih," ujar Obed.

Pernyataan Obed ini disambut oleh tepuk tangan hadirin, tak sedikit mereka yang mengangguk-angguk seperti dilansir TribunWow.com.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved