Mengenal Burung Hantu Serak Jawa, Si Pengontrol Hama Tikus di Lahan Pertanian
Burung Hantu Serak Jawa (Tyto alba javanica) lebih efektif untuk membasmi tikus di lahan pertanian dibandingkan dengan penggunaan racun.
Penulis: Tantowi Alwi | Editor: Hari Susmayanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Tantowi Alwi
TRIBUNJOGJA.COM – Burung hantu merupakan salah satu satwa yang menggunakan waktu secara total pada malam hari sebagai masa aktif mereka.
Desain tubuh burung hantu mulai dari bentuk sayap, bulu, telinga, dan mata telah termodifikasi sedemikian rupa dan menjadikannya sebagai pemburu handal di malam hari.
Berburu dengan kepakan sayap tak bersuara, memantau mangsa dengan mata dan pendengaran yang tajam.
Lim Wen Sin, Wakil Ketua Raptor Club Indonesia (RCI) mengatakan, meski belum intensif, pemantauan oleh RCI bersama Yayasan Kutilang Indonesia menjumpai ada satu jenis burung hantu yang relatif mudah ditemukan di Yogyakarta.
Burung hantu jenis ini dapat teramati atau minimal terdengar suara khasnya di sekitar gedung perkantoran, pasar, dan permukiman, jenis tersebut adalah Serak Jawa (Tyto alba javanica).
Burung pemangsa ini dapat terpantau di sekitar sarangnya pada senja hari hingga subuh.
“Secara umum, Serak Jawa aktif berburu setelah senja dan dini hari, kecuali saat merawat anak-anak, perburuan berlangsung sepanjang malam,” kata Lim saat diwawancarai di Dusun Cancangan, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Rabu (7/2/2018).
Burung Hantu Serak Jawa tersebar di berbagai negara dan memiliki mangsa utama yang sama, yaitu tikus.
Serak Jawa memerlukan waktu sekitar 30-34 hari untuk mengerami telurnya yang sejumlah 3-12 butir.
Setelah menetas, mereka akan merawat anak-anak selama lebih dari 75 hari hingga anak mereka mampu pergi meninggalkan sarang.
Individu dewasa dalam satu malam mampu memangsa 2-3 ekor tikus dewasa dan pada musim berkembang biak konsumsi akan meningkat sesuai jumlah anak yang menetas.
Dapat diperkirakan, selama musim berkembang biak, sepasang Tyto alba dan lima anaknya mampu memangsa lebih dari 1080 tikus.
“Penggunaan Tyto alba untuk mengatasi serangan tikus terbukti efisien dan ramah lingkungan,” kata Lim.
Berbeda dengan penggunaan racun, pengendalian populasi tikus dengan Tyto alba berjalan secara bertahap.
“Petani di Dusun Cancangan, Wukirsari, Sleman bersama RCI telah membuktikan manfaat keberadaan burung ini, serta mencoba bersahabat dengan melindungi dan menyediakan fasilitas bersarang dan bertengger di area pertanian,” tuturnya. (tribunjogja)