Viral Medsos

Terpujinya Akhlak Buya Syafii, Ia Emoh Diistimewakan Pilih Mengantre Duduk Berjejer dengan Ibu-ibu

Dalam sebuah postingan akun Gunadi di Facebook, tampak Buya duduk di kursi berjejer dengan ibu-ibu menunggu antrean.

facebook
Buya Syafii antre saat hendak periksa kesehatan 

TRIBUNJOGJA.COM - Rasanya sudah prihatin ketika melihat elite  negeri ini yang saat ini  selalu minta di utamakan dan di nomer satukan karena jabatan mereka.

Bahkan ada yang enggan berbaur dengar masyarakat.

Mungkin mereka harus melihat kesederhanaan sosok berikut ini, Buya Ahmad Syafii Maarif.

Dalam sebuah postingan akun Gunadi di Facebook, tampak Buya duduk di kursi berjejer dengan ibu-ibu menunggu antrean.

Berikut postingan lengkapnya:

Lelaki tua itu mendekati meja petugas dan bertanya “Masih lama saya antrinya?”. Sembari berjalan memeriksa lokasi chek up si pegawai menjawab “Masih pak, karena lagi banyaknya pasien,”.

Mungkin itu percakapan biasa di sebuah rumah sakit. Namun bayangkan jika sosok tua itu adalah Buya Ahmad Syafii Maarif, ketua umum PP Muhammadiyah 1997-2005, dan rumah sakit yang dimaksud adalah RS PKU Muhammadiyah, rumah sakit milik organisasi yang dulu pernah dipimpin oleh Buya Syafii.

Buya pun kembali duduk di deretan bangku antri pasien. Sama seperti kebanyakan pasien lainnya. Biasanya setiap jadwal chek-up rutin, Buya mengantri seorang diri.

Sosok berusia 83 tahun itu tidak menunjukkan wajah marah meski harus antri lama. Apalagi merasa harus diperlakukan istimewa. Justru Buya tak pernah mau diperlakukan lebih dan diprioritaskan.

Para pegawai RS PKU mungkin pernah ingin memberi akses terlebih dahulu ke Buya Syafii, dan para pasien lain tentu akan sangat memaklumi. Justru Buya-nya sendiri yang tidak mau diistimewakan seperti ini. Berkebalikan dengan layaknya kebanyakan elit dan para pejabat hari ini, senang dan minta untuk terus dilayani.

Bukan kali ini saja, sudah berulang kali di berbagai tempat, Buya Syafii membuat banyak orang terkagum-kagum. Pernah ‘tercyduk’ makan di angkringan, membeli sabun cucian di warung, berangkat ke acara seminar dengan mengayuh sepeda, naik kereta umum ke Istana Negara, hingga momen lain berbaur dengan rakyat jelata.

Semua itu menjadi biasa bagi Buya. Namun sangat tidak biasa di tengah situasi bangsa yang kerap kehilangan teladan dan kearifan. Para elit justru mempertontonkan kemewahan dan keserakahan di tengah kesengsaraan rakyat. Minta dilayani dan diperlakukan melangit, padahal konstribusinya untuk bangsa sungguh tidak seberapa

Kelembutan yang dibawakan beliau bagaikan mutiara di tengah tumpukan sampah, dan kepada orang seperti beliaulah para pejabat negeri ini seharusnya banyak belajar. Orang spt itulah yg patut disebut Ulama

Salam hormat pak Buya Syafii Maarif.

Apa yang istimewa? Buya adalah pemimpin organisasi islam besar di Indonesia, Muhammadiyah.

Dalam kurun waktu 1998 - 2005, dia menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah.

Mantan pemimpin yang justru harus antre di PKU Muhammadiyah, Rumah Sakit milik organisasi yan pernah dia pimpin.

Bukan, bukan karena pegawai di RS itu tidak memperlakukan Buya dengan baik, dia justru menolak diperlakukan istimewa.

Buya telah biasa duduk mengantre sama seperti masyarakat lain untuk melakukan chek-up rutin.

Tak tampak raut wajah yang marah pada laki-laki berusia 83 tahun itu meskipun harus lama mengantre.

Tidak hanya dalam hal ini saja, beberapa kali Buya 'tercyduk' makan di angkringan, membeli sabun cucian di warung, berangkat ke suatu acara dengan bersepeda, dan momen lain yang membuatnya berbaur dengan masyarakat umum.

Hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat, namun menjadi tidak biasa jika dia dalah orang yang berjasa bagi negeri.

Semakin tidak lazim mengingat para elit yang seperti lupa mencontohkan teladan dan kearifan pada rakyatnya.

Tak pelak postingan tersebut telah dibagikan lebih dari 400 kali, warganet pun mengutarakan kekagumannya pada sosok Buya lewat kolom komentar.

"TELADAN bangsa Indobesia smoga ada baaanyaaak BUYA2 yg spt beliau sederhana bersahaja" tulis Fransisca Naomi Lakon.

"Semoga Panjang Umur dan Tetap jadi teladan yang muda-muda" ungkapan doa dari Ekfan Susanto.

"Beliau inilah yg patut ditiru pemimpin lainnya dinegeri ini," kata Deva Utama.

"Kelembutan yang dibawakan beliau bagaikan mutiara di tengah tumpukan sampah, dan kepada orang seperti beliaulah para pejabat negeri ini seharusnya banyak

belajar. Orang seperti itulah yangg patut disebut Ulama" - Gunadi (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved