Tagih Janji Kades Untuk Tutup Tambang Pasir, Warga Wonokerto Gelar Aksi Unjuk Rasa
Beberapa warga juga turut membawa kertas bertuliskan tuntutan penghentian operasi tambang pasir tersebut.
Penulis: app | Editor: oda
Laporan Reporter Tribun Jogja, Arfiansyah Panji Purnandaru
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Ratusan warga Desa Wonokerto, Turi menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Desa Wonokerto, Rabu (24/1/2017).
Aksi warga tersebut didasari keinginan warga untuk menagih janji kepala desa yaitu menutup tambang pasir di wilayah Dusun Gondoarum.
Beberapa warga juga turut membawa kertas bertuliskan tuntutan penghentian operasi tambang pasir tersebut.
Setelah menyampaikan aspirasinya di Kantor Desa Wonokerto, massa bergerak menuju lokasi pertambangan yang berada di hulu Sungai Krasak.
Pergerakan massa ke lokasi tambang tersebut juga didampingi langsung Camat Turi, Kapolsek Turi, serta Kepala Desa Wonokerto.

Supriono selaku koordinator aksi menjelaskan warga Wonokerto menuntut agar kegiatan penambangan di desanya tersebut dapat dihentikan sesegera mungkin.
Selain itu warga menghendaki alat berat berupa satu backhoe yang berada di lokasi tambang untuk segera pergi dari lokasi tersebut.
"Karena di sana ada aktivitas penambangan, sesuai janji pak Lurah saat menyalonkan diri yaitu menolak penambangan. Sudah lama ada penambangan sekitar 2015," jelas Supriono.
Supriono menjelaskan, sejauh ini kepala desa tidak menyatakan dengan tegas untuk menutup tambang pasir karena dianggap bukan wewenang desa lantaran berada di Sultan Ground (SG) dan izin langsung dari provinsi.
"Kenyataannya bukan Sultan Ground. Sultan Ground tidak ada pasir terus ke gumuk milik warga. Ada transaksi jual beli," terangnya.

Supriono menjelaskan, jika aktivitas tambang pasir oleh perusahaan yang belum diketahui namanya itu dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan berakibat pada menurunnya debit air untuk warga.
Seperti diketahui di lokasi tambang tersebut ada tiga bendungan dan pipa-pipa yang menjadi sumber air utama warga.
Selain itu, jika debit air menurun dikhawatirkan ribuan hektare kebun salak warga akan menuai dampaknya.
Ia tak menampik lokasi tersebut merupakan penyangga bagi ribuan petani salak.
"Dampaknya terhadap petani salak yaitu aliran irigasi. Dampaknya sumber air bisa kekeringan, bagaimana untuk pertanian?," tanya Supriono. (*)