Cerita Sulitnya Jadi Cleaning Service di Bioskop Ini Tuai Simpati Warganet

TRIBUNJOGJA.COM - Sebuah unggahan yang menceritakan bagaimana sulitnya menjadi pekerja kebersihan di bioskop mendulang simpati para warganet.

Sebuah cuitan dari akun Twitter @siscaervani telah di re-tweet lebih dari 2,4 ribu kali karena menceritakan beratnya seorang cleaning service.

Cuitan tersebut berisi foto dari screenshot dari Instastory dari highlight Help Them dari akun milik Chairunisa Ibrahim.

Pertama, foto tersebut bertuliskan:

"Usut punya usut, mereka yang membersihkan & memeriksa studio setiap penonton selesai menonton. Setiap bioskop punya 6 orang (kalo yang di mtos ya, gatau deh kalo bioskop lain).

Dan mereka diberikan waktu 15 menit mulai dari membersihkan sampai memeriksa setiap kursi apakah ada barang yang ketinggalan.

Sekitar 120an kursi dalam satu theater bahkan lebih harus diperiksa dan dibersihkan dari atas kursi sampai bawah kursi.

Yang mereka bersihkan mulai dr gelas minuman, tempat popcorn, bekas chiki yang seharusnya tidak boleh dibawa dan bungkus-bungkus lainnya."

"Beberapa hari yang lalu saya nonton, ada calon penonton yang bilang, "Harusnya mulai 15.05, ini sampe sekarang 15.15 belum masuk juga" diikuti dengan kegelisahan beberapa calon penonton lainnya.

Itu kejadian di depan theater 4 kalo ga salah, soalnya pas saya perhatikan ternyata tiket saya sama dia sama jadwalnya.

Nah! Saya penasaran dong

Saya hampir menggerutu juga. Tapi karena saya rasa memang ada yg perlu di klarifikasi, akhirnya saya tanya sama mba mba yang robek-robek tiket di theater sebelah.

Terus saya tanya: "Mba kenapa ini belom masuk ya? Kan udah lewat jadwal, kudunya filmnya udah mulai."

And jawabannya adalah."

"Mba silakan tanya sama satpam & cleaning service"

"Yaudah kan, saya langsung tanya ke cleaning service yg lagi lagi bersihin studio di theater lain.

Dengan pertanyaan yang sama, mas mas yang udah agak lesu ini bilang:

"Kami cuma berenam mbak di sini, dan penonton itu jajanannya banyak, jd sampahnya jg banyak. Biasanya sampai popcornnya tumpah, minumnya tumpah, saosnya tumpah, terus banyak plastik yg ga kelihatan sama satpam pas penonton masuk.

Kami berenam bagi tugas juga. Di studio 3 orang, kami cuma dikasih waktu 15 menit bikin ruangan bersih dan wangi untuk diduduki lagi. Belum lagi kalau ada studio yang selesainya hampir bersamaan. Kami juga harus lari-larian dari satu studio ke studio lain. Dan itu non-stop mbak selisihnya cuma sedikit-sedikit."

"Seketika saya mikir.

Berat juga tugas Bapak ini ya.

Lantas saya kembali ke tempat tadi.

Lalu diam.

Sewaktu diminta masuk ke theater, saya memperhatikan orang-orang membawa jajanan, popcorn, ice chocolate, dll.

Setelah nonton di theater itu berakhir, saya sengaja keluar paling terakhir dan memperhatikan gerakan mas-mas berbaju cream tadi,

Sambil melihat kearah kursi-kursi di belakang, kanan dan kiri, akhirnya saya tersadar kalau memang mereka geleng-geleng sambil keringatan terus membersihkan itu semua, lalu lari lagi ke theater lain.

Dan saya baru mengerti apa yang dirasakan mas-mas yang menjawab pertanyaan saya."

"Memang mereka petugas kebersihan bioskop yang bertugas membersihkan dan mengondisikan bioskop tempat kita nonton.

Tapi, jangan lupa! Mereka membersihkan ruangan itu minimal 5x sehari. Kalau ada 6 studio berarti mereka harus 30x minimal bersihkan ruangan itu.

Plastik bekas makanan yang kita punya harus diangkut satu-satu sama mereka untuk dibuang.

Pasti lelah. Capek. Jengkel juga mereka karena disalahkan tentang keterlambatan masuk ruangan. Tapi, ternyata itu karena hal yang kita lakukan juga."

"In the end

Bagi kalian penonton bioskop yang akan menikmati Insidius, Ayat Ayat Cinta, Si Juki, Jumanji, Maze Runner, dan film-film bagus nantinya. Kuy kita bantu meringankan beban mas-mas cleaning service ini dengan cara membawa sampah kita dan kita buang sendiri di tempat sampah yang ada.

Masa ngantri beli tiket aja bisa, tapi buang sampah sendiri ga bisa. Dengan begitu setidaknya kita meringankan dikit bebannya mas cleaning service di mana pun dia berada."

Setuju 'kan, Tribuners?

(Tribun Jogja/ Fatimah Artayu Fitrazana)