Kisah Murkanya Dewa Krincingwesi dan Terbentuknya Merapi Sebagai Kraton Makhluk Halus

Alam pikiran tradisional masyarakat sekitar lereng Merapi memang sarat dengan mitos, dongeng, atau legenda yang beraneka nuansa dan versi

Editor: Mona Kriesdinar
IST
Ilustrasi 

Poros Merapi-Keraton Yogya-Laut Kidul

Mitos tentang Gunung Merapi kemudian diuji. Dari kacamata penduduk lereng Merapi yang percaya, Eyang Merapi mblenjani janji.

Apakah Eyang Merapi melupakan janji yang dulu pernah diucapkan kepada Panembahan Senopati pendiri Mataram, seperti tersirat dalam mitos Endhog Sapu Jagad, yakni tidak akan menimpakan bencana kepada rakyat Mataram?

Mengapa pula Eyang Merapi tidak memberi isyarat terlebih dulu kepada penduduk agar bisa menyelamatkan diri?

Oleh karena itu pada malam Jumat Kliwon, 2 Desember 1994, Marijan bersama tetua warga Dusun Kinahrejo mengadakan upacara selamatan dan tirakatan.

Tujuannya supaya warga, khususnya masyarakat lereng Merapi, yang masih hidup diberi keselamatan.

Upacara selamatan itu juga dipakai oleh warga dusun Kinahrejo dan sekitamya agar tetap diperbolehkan bermukim di tanah kelahirannya.

Persepsi Gunung Merapi sebagai keraton makhluk halus tak bisa dilepaskan dari mitos Endhog Sapu Jagad.

Di sana tersirat hubungan antara Keraton Mataram, Keraton Laut Kidul, dan Keraton Merapi.

Ketiga keraton itu, menurut M.M. Sukarto K. Atmodjo, memiliki hubungan mistis dan adikodrati, yang menjamin ketenteraman bagi keberlangsungan raja dan kerajaan beserta seluruh rakyatnya.

"Gunung itu lambang lelaki, laut simbol perempuan. Persatuan keduanya mutlak mirip konsep lingga - yoni, yakni sangkan paraning dumadi," ujar Sukarto yang pakar sejarah Jawa kuno.

Kalau Kanjeng Ratu Kidul adalah penguasa lautan (di selatan), Sapu Jagad adalah penguasa gunung (di utara), maka Panembahan Senopati sebagai penguasa di dataran (Kerajaan Mataram) merupakan simpul penghubung keharmonisan atas keduanya.

Di samping itu kekuatan Mataram tergantung pada dua itu. Itu sebabnya Keraton Yogyakarta setiap tahun menyelenggarakan upacara labuhan.

Hubungan kekeluargaan antara ketiga keraton itu antara lain tercermin pada kepercayaan masyarakat di sepanjang Kali Opak.

Kedua sungai yang bermata air di Gunung Merapi ini dipercaya sebagai jalan utama kunjungan kekeluargaan antara penghuni Laut Kidul dan Gunung Merapi.

Lampor yang dibarengi suara gemerincing di malam hari, diyakini sebagai barisan makhluk halus berkereta kuda pimpinan Kanjeng Ratu Kidul yang hendak kembali pulang dari kunjungannya ke Merapi, menyusuri Kali Opak.

Sabuk gunung dan Laut Kidul

Seperti dituturkan Dr. Sukarto K. Atmodjo, epigraf dan pakar sejarah Jawa kuno dari UGM, Gunung Merapi dan Laut Kidul (Samudera Indonesia) memiliki hubungan mistis dalam mitologinya.

Tapi di luar itu sebenarnya Merapi dan Samudera Indonesia punya kaitan sangat erat dari kacamata geologi.

Apakah kedua fakta ini bersumber dari satu fenomena yang sama atau hanya kebetulan, tidak mudah dijawab.

Yang terang, hubungan antara Merapi - yang menjulang di perbatasan Propinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah – dan Samudera Indonesia ini bisa dijelaskan secara geologis.

Menurut Bambang Widjaja H., seorang geolog dari Jurusan Vulkanologi, Fak. Teknik Geologi, UGM, hubungan itu bisa dijelaskan dengan teori tektonik lempeng.

Kerak bumi yang menyusun dunia ini tersusun dari 12 lempeng besar dan lempeng-lempeng kecil, dengan ketebalan yang bervariasi.

Lempeng-lempeng kerak bumi itu antara lain Lempeng Pasifik, Lempeng Filipina, Lempeng Eurasia (Eropa-Asia), dan Lempeng Samudera Hindia.

Lempeng-lempeng itu saling bergerak relatif satu terhadap yang lain dengan kecepatan 1 - 13 cm per tahun.

Begitupun Lempeng Samudera Hindia, yang merupakan lempeng atau kerak samudera, bergerak secara relatif ke utara terhadap Lempeng Eurasia yang merupakan kerak benua, dengan kecepatan rata-rata 2 cm per tahun.

"Karena densitas atau kerapatan massanya lebih tinggi dari kerak benua, maka kerak Samudera Hindia itu menyusup ke bawah kerak benua Eurasia," kata Bambang Widjaja H.

Di daerah subduction (penyusupan atau penunjaman) antara lempeng Samudera Hindia (Indonesia) dan Lempeng Eurasia itulah terbentuk ring of fire, sabuk atau jajaran gunung api, yang di Indonesia membujur di sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Nusa Tenggara, sampai Laut Banda.

Pulau-pulau ini merupakan bagian dari Lempeng Eurasia. Sedangkan Gunung Merapi merupakan salah satu dari jajaran gunung api itu.

Meskipun nampaknya kecepatan 2 cm per tahun itu lambat untuk ukuran manusia, tumbukan antara massa kerak samudera dan kerak benua itu menimbulkan akibat yang dahsyat.

Selain secara insidental menghasilkan aktivitas kegempaan, gesekan kedua massa raksasa itu menimbulkan panas hingga melelehkan material kerak samudera maupun kerak benua di daerah penyusupan itu.

"Lelehan material itu berupa larutan silikat atau yang kemudian kita kenal sebagai magma," jelas Bambang.

Sumber atau dapur magma Gunung Merapi itu sendiri terletak kira-kira pada kedalaman 60 - 100 km.

Keluarnya magma ke permukaan bumi akibat tekanan yang tinggi itu lalu dinamai aktivitas vulkanisme atau kegunungapian.

Itulah kira-kira kisah sederhana munculnya sabuk gunung api - di mana Gunung Merapi termasuk di dalamnya – pada jalur sepanjang patahan Pulau Sumatera sampai Laut Banda.

Jangan-jangan legenda yang menghubungkan Gunung Merapi dan Laut Kidul itu bersumber dari gejala alam seperti ini?

(Ditulis oleh B. Soelist/Al. Heru Kustara. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari Januari 1995)

Sumber : Gugurnya Mitos dan Hilangnya Wangsit Saat Laboratorium Alam Gunung Merapi ‘Mengamuk’ - INTISARI

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved