Candi Bubrah Kini Cantik, Rehab 4 Tahun Habis Rp 13,13 M
Candi yang semula nyaris rata tanah ini kembali utuh dan tampak sangat cantik.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Muhammad Fatoni
Kerusakan besar terjadi sepanjang 1825-1830 saat kecamuk Perang Jawa. Batu-batu candi dan arca-arca yang jumlahnya sangat banyak, diambil dan digunakan untuk membangun benteng pertahanan.
Pada 1913, Candi Bubrah baru disebut mulai agak jelas di Rapporten Oudheidkundige Dienst (ROD). Di laporan itu disebutkan Candi Bubrah dalam keadaan runtuh berserakan.
Demikianlah sejak itu hingga 2011, Candi Bubrah dalam keadaan yang kurang lebih sama. Upaya rintisan pemilahan batu dilakukan, dan mengindikasikan candi bisa dipugar dan dikembalikan dalam bentuk yang utuh.
Perlu waktu dua tahun hingga 2013 untuk persiapan pemugaran.
Diawali pembongkaran menyeluruh, penelitian arkeologi, pemasangan kembali pondasi dan kaki.
Saat pembongkaran ini ditemukan fragmen sandaran arca dari bahan logam. Sandaran arca itu berbentuk nyala api di bagian tepi luarnya. Tahun 2014 dilanjutkan pemugaran tahap kedua.
Tahap ini didukung penelitian kekuatan atau daya dukung tanah, guna menentukan struktur penguat apa yang paling tepat supaya landasan candi bisa kokoh dan bertahan dalam jangka lama.
Tahap ketiga dilanjutkan 2015 dengan target utama menyusun tubuh bagian bawah. Tahun berikutnya dilanjutkan pemugaran bagian tubuh dan atap. Kesulitan utama di tahap ini adalah pemasangan arca Dhyani Buddha di relung tubuh candi.
Problem diselesaikan dengan cara pemasangan arca bersamaan penyusunan tubuh candi. Tahap terakhir dilakukan 2017 dengan target penyelesaian pemasangan atap. pagar langkan, dan gapura.
Bagian terakhir yang dituntaskan adalah pemasangan stupa puncak dan Yasti kemuncak. Ini menandai tuntasnya pemugaran Candi Bubrah yang berukuran 18,10x18,10 meter dengan tinggi total 20,55 meter, menghadap ke timur. (*)