Ketergantungan Tinggi Masyarakat Terhadap Internet Bisa Berpotensi Bikin Jaringan Kian Macet

Kondisi tersebut tak lepas dari cukup tingginya ketergantungan masyarakat Indonesia dalam menggunakan jaringan internet.

Editor: Muhammad Fatoni
ist/dok.pri
Diskusi Publik dengan tema Indonesia Memasuki Era Digital, Siapkah Masyarakat Kita?, di Gedung Auditorium, LPP, jalan Urip Sumoharjo, Gondokusuman, Jogja, Jumat (8/12/2017). Hadir sebagai pembicara Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Prof. Dr. Henri Subiakto (duduk tengah), Staf pengajar UGM sekaligus ahli IT Bambang Nurcahyo Prastowo (duduk samping kanan) dan anggota Komisi I DPR Sukamta 

TRIBUNJOGJA.COM - Kuota internet di Indonesia saat ini telah mengalami defisit hampir 200 MHz.

Bahkan diperkirakan, pada tahun 2020 kuota internet di tanah air bisa semakin anjlok dan mengalami defisit hingga mencapai 500 MHz.

Kondisi tersebut tak lepas dari cukup tingginya ketergantungan masyarakat Indonesia dalam menggunakan jaringan internet.

Demikian disampaikan staf ahli Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Prof Dr Henri Subiakto, di sela acara diskusi publik bertema "Indonesia Memasuki Era Digital, Siapkah Masyarakat Kita?", di Gedung Auditorium LPP, jalan Urip Sumoharjo, Gondokusuman, Yogyakarta, Jumat (8/12/2017).

"Tahun ini, 2017 defisitnya hampir 200 Mhz di kota kota besar, makanya kan sering buffering dan itu pada tahun 2020 bisa mejen (macet)," paparnya.

Menurutnya, semakin menyusutnya kapasitas kuota internet mengindikasikan bahwa kebutuhan broadband dengan keberadaanya di frekuensi sudah tidak memenuhi.

Sebagian besar telekomunikasi media internet menggunakan frekuensi, itulah yang kemudian digunakan oleh operator untuk jaringan seperti 3G maupun 4G.

"Itu (defisit) karena pengguna internet di Indonesia cukup besar, walaupun saat ini masih kalah dengan Cina," ungkapnya.

Ditambahkannya, pada era awal tahun 2000-an  berbagai negara termasuk International Telekmunication Union (ITU), tidak menyangka akan terjadi ledakan digital seperti sekarang.

Sehingga alokasi frekuensi untuk telekomunikasi digital yang saat ini berkembang hanya sedikit.

"Jadi dulu sudah dibuat. Misalnya kalau frekuensi 88 sampai 108 itu untuk radio FM, frekuensi di atasnya untuk penerbangan. Terus ada frekuensi untuk orari, frekuensi untuk UHF untuk televisi. Kemudian frekuensi untuk telekomunikasi 3G, 4G seperti saat ini. Ternyata untuk telekomunikasi tidak menyangka berkembang pesat. Dulu yang namanya masyarakat kan nggak pakai frekuensi, dulu telpon menggunakan kabel," beber dia.

Menurutnya penggunaan frekuensi era digital saat ini mengalami ledakan.

"Sekarang telpon pakai frekuensi, SMS pakai frekuensi, WA pakai frekuensi, kirim youtube pakai frekuensi, itu semua menggunakan bandwidth. Terjadi ledakan permintaan," urainya.

Menurutnya, solusi atas ancaman macetnya jaringan internet yaitu dengan mengoneksikan perangkat lunak dengan fiber optic. Namun cara ini dipandangnya juga tidak fleksibel, karena penggunaannya terbatas ruang.

"Kecuali fiber optic diperkuat terus, tapi kan orang mosok akan pakai fiber optic terus, kalau sedang dalam perjalanan bagaimana?," katanya

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved