Hadapi Warga Penolak Bandara NYIA, Pemkab Kulonprogo Temui Jalan Buntu

Pemkab meminta PT Angkasa Pura I sebagai pemrakarsa pembangunan untuk menjalankan pekerjaan lain di luar petak lahan yang masih dihuni warga.

Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.com / Hasan Sakri
Sejumlah warga menunggui rumah milik warga yang menolak bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) saat berlangsung proses pembersihan pohon dan bangunan di Temon, Kulonprogo, DI Yogyakarta, Selasa (5/11/2017). Saat ini sedang berlangsung proses pengosongan bangunan yang telah kosong dan ditargetkan pada bulan Desember ini proses pengosongan telah tuntas termasuk untuk rumah-rumah warga yang menolak dan masih ditempati. 

TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Pemerintah Kabupaten Kulonprogo mengaku terhadang jalan buntu dalam menyikapi warga penolak pembangunan bandara di Temon.

Upaya pendekatan persuasif mentok karena pintu komunikasi dengan warga semakin tertutup.

Sekretaris Daerah Kulonprogo, Astungkara menegaskan bahwa Pemkab akan terus melakukan pendekatan kepada warga yang masih menolak.

Tujuannya agar mereka merelakan lahannya dan bersedia pindah dari areal Izin Penetapan Lokasi (IPL) pembangunan bandara.

Posisi warga penolak yang disebutnya ada sejumlah 30 kepala keluarga (KK) dengan sekitar 100 jiwa itu saat ini cenderung terisolir.

Tempat tinggalnya sudah tidak representatif lagi lantaran sekelilingnya telah diratakan tanah.

"Kami sebenarnya kasihan dengan warga. Namun, kami juga menemui jalan buntu untuk mendekati warga dan berkomunikasi. Sementara ini, kita cooling down dulu," jelas Astungkara, Kamis (7/12/2017).

Pemkab dalam hal ini meminta PT Angkasa Pura I sebagai pemrakarsa pembangunan untuk menjalankan pekerjaan lain di luar petak lahan yang masih dihuni warga.

Ia tak memungkiri bahwa persoalan penolakan warga dan pembebasan lahan yang belum usai itu menjadi pekerjaan yang harus dituntaskan segera. 

Pasalnya, ketika warga tidak mau mengambil dana ganti rugi yang terkonsinyasi, warga tidak bisa melakukan apa-apa karena lahannya tercakup dalam area izin penetapan lokasi (IPL) bandara.

Hal ini membuat warga akan terisolir dan menyulitkan diri mereka sendiri.

Di sisi lain, sikap mereka untuk bertahan justru berpotensi mengganggu proses belajar anak-anaknya mengingat aliran listrik sudah terputus.

"Tidak ada listrik, belajar tidak bisa. Sebetulnya ya kembali ke orangtuanya, konsekuensinya seperti itu (kalau terus menolak). Kita akan koordinasikan lagi permasalahan ini dengan AP I dan kepolisian," kata Astungkara.

Sementara itu, niat Asisten II Sekretariat Daerah Kulonprogo, Triyono untuk beranjangsana menemui warga penolak berakhir kecut.

Warga bersangkutan tak mau menemuinya yang saat itu datang bersama Plt Kepala Satpol PP, Duana Heru dan beberapa staf. 

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved