Tim Appraisal Lakukan Penilaian Aset Terdampak Bandara Milik Warga WTT
Penaksiran harga itu dilakukan mulai Senin (20/11/2017) dan rencananya akan berrlangsung selama tiga hari hingga Rabu (22/11/2017).
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Permohonan diskresi pengukuran dan penilaian ulang aset warga terdampak pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Temon memasuki tahap lanjut.
Tim appraisal (penaksir nilai) mulai turun ke lapangan untuk menilai aset bangunan dan tanaman milik warga.
Penaksiran harga itu dilakukan mulai Senin (20/11/2017) dan rencananya akan berrlangsung selama tiga hari hingga Rabu (22/11/2017).
Yakni di Pedukuhan Kragon II Desa Palihan dan Pedukuhan Kepek Desa Glagah.
PT Angkasa Pura I dalam hal ini telah menunjuk appraisal independen yang kemudian terjun ke lapangan dengan pendampingan dari pemerintah desa.
Kedua wilayah itu sebelumnya merupakan area basis warga yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT).
Setelah berubah sikap dengan mendukung pembangunan bandara, sebagian anggota WTT meminta adanya pengukuran dan penilaian ulang asetnya.
Baca: Ganti Tanaman Terdampak Bandara, AP I Gelontorkan Tujuh Miliar Rupiah
Penaksiran nilai tanaman dan bangunan itu menjadi bagian dari tahapan pengajuan diskresi tersebut ke kementerian terkait.
Pada Agustus 2017, Badan Pertanahan Nasional (BPN) setidaknya telah mengukur ulang sekitar 38 bidang tanah milik anggota WTT.
"Sebenarnya, prosesnya (penilaian nilai) kan sudah lewat. Kami juga belum tahu seperti apa nanti. Kita akan lihat apakan proses penilaian ulang bisa dilakukan sama dengan proses sebelumnya. Yang penting, kita punya datanya terlebih dulu dan nanti diajukan ke pusat," kata Project Manager Pembangunan NYIA PT AP I, Sujiastono di sela pencairan dana ganti rugi tanam tumbuh dan Sarana Pendukung Lain (SPL) terdampak proyek bandara di Balai Desa Sindutan, Senin (20/11/2017).
Ia menyebut, dana ganti rugi lahan berdasarkan pengukuran terdahulu sebetulnya telah dikonsinyasikan di Pengadilan Negeri (PN) Wates dan tidak menyertakan ganti rugi tanaman dan SPL lantaran WTT sebelumnya menolak proyek bandara dan tak mau tanahnya diakuisisi.
Belakangan, mereka mengajukan permohonan diskresi dengan pengukuran ulang lahan serta penilaian bangunan rumah dan tanaman.
Sujiastono memastikan pihaknya berusaha mengakomodasi keinginan warga tersebut meski tidak bisa menjamin hasil akhirnya.
"Kebijakan pengabulan diskresi itu menjadi kewenangan Kementerian Keuangan karena prosesnya kan sudah lewat sebenarnya," kata dia.