Migrant CARE Apresiasi Hasil KTT ASEAN Soal Perlindungan Buruh Migran
Belum adanya perlindungan optimal, hak berkomunikasi dan hak berserikat di tempat negara tujuan bekerja jadi masalah yang dialami buruh migran.
TRIBUNJOGJA.COM - Kepala Pusat Riset dan Studi Migrasi Migrant CARE, Anis Hidayah mengapresiasi ditelurkannya konsensus perlindungan bagi pekerja migran pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-31 ASEAN di Manila, Filipina.
Menurut Anis, keputusan tersebut nantinya bisa dilaksanakan secara sungguh-sungguh di setiap negara, tidak hanya menjadi dokumen semata.
“Kita mengharapkan agar negara anggota Asean sungguh-sungguh menghormati apa yang disepakati karena semua ini untuk kepentingan warga negara Asean yang wargan negaranya menjadi pekerja migran,” kata Anis Hidayah saat ditemui usai menjadi pembicara dalam seminar yang diselenggrakan oleh Fakultas Hukum UGM yang bertajuk Kejahatan Transnasional yang Terorganisir;Perspektif Hukum yang Multidemiensi di ruang seminar University Club, Kamis (16/11/2017).
Konsensus ini, menurut Anis Hidayah, seharusnya bisa menjadi instrumen dalam menjalankan komitmen melindungi para pekerja migran di luar negeri.
“Dengan begitu para pekerja migran mendapat perlindungan dan penghormatan yang layak dari negara di tempat mereka bekerja,” katanya.
Permasalahan yang dihadapi para pekerja migran selama ini menurut Anis adalah belum adanya perlindungan optimal dari negara serta pemberian hak atas informasi, hak berkomunikasi dan hak berserikat di tempat negara tujuan mereka bekerja.
Ia menyebutkan saat ini sedikitnya ada 6 juta pekerja migran dari Indonesia yang yang bekerja di luar negari.
“Sekitar 80 persen adalah perempuan yang bekerja di sektor informasl yang rentan mengalami berbagai persoalan karena umumnya bekerja sebagai pekerja rumah tangga,” katanya,
Meski mereka tahun 2016 lalu mampu membawa pulang devisa sebesar Rp 116 triliun namun kenyataan di tempat mereka bekerja selalu mendapat perlakuan buruk dari para majikannya.
“Mereka ini tidak mendapat perlindungan. Sesuai dengan predikatnya sebagai pahlawan devisi seharusnya mereka juga mendapat perlindungan,” katanya.
Sehubungan dengan disahkannya UU tengang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia pada 25 Oktober lalu sebagai pelengkap dari UU No 39 tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri, Anis mengharapkan para pekerja migran nantinya benar-benar mendapatkan hak atas informasi, hak komunikasi, hak memperoleh pendidikan dan pelatihan serta hak untuk berserikat.
“Perlu ada kesungguhan para pemangku kepentingan, peran masyarakat dan akademisi serta masyarakat sipil dalam mengawal pelaksanaan UU ini,” tambahnya. (*)