Registrasi SIM Prabayar - Pemerintah dan Operator Seluler Bakal Tambah Fitur Baru, Ini Kegunaannya
Kini pemerintah dan pihak operator siap menambah fitur untuk mengecek Nomor simcard siluman.
TRIBUNJOGJA.COM - Mulai 31 Oktober 2017 hingga 28 Februari 2018, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mewajibkan registrasi kartu prabayar menggunakan NIK yang ada di KTP dan nomor KK.
Mau pengguna lama ataupun baru, hal ini wajib dilakukan agar nomor kamu tidak diblokir!
Selain pendaftaran melalui SMS, operator telekomunikasi Indosat, XL Axiata (XL), Telkomsel, Hutchison Tri Indonesia (Tri) dan Smartfren juga membuka saluran pendaftaran melalui situs resmi masing-masing perusahaan.
Pendaftaran melalui website ini digelar operator untuk mengantisipasi lonjakan permintaan registrasi yang menumpuk pada Selasa (31/10/2017) kemarin.
Registrasi kartu seluler melalui website ini juga meminta pelanggan menyertakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK).
Kini pemerintah dan pihak operator siap menambah fitur untuk mengecek Nomor simcard siluman.
Hal itu dilakukan pemerintah untuk meyakinkan masyarakat tentang keamanan registrasi ulang kartu prabayar.
Melansir dari Tribunnews.com, Direktur Jenderal PPI Kominfo, Ahmad M Ramli menyatakan menjawab kekhawatiran masyrakat ini, pihaknya dengan operator telah menyepakati paling lambat tanggal 13 November 2017.
Pengecekan ini guna menghindari pembajakan NIK dan nomor KK oleh orang lain.
"Nanti tinggal mengirimkan SMS, menggunakan format yang telah ditentukan, disitu akan kelihatan jika NIK dipakai orang lain," kata Ramli di diskusi Forum Merdeka Barat, Selasa (7/11/2017).
Ramli bilang, pelanggan bisa melapor ke gerai operator untuk membatalkan nomor handphone yang tak dimiliki, alias nomor 'siluman' yang menggunakan data NIK dan nomor KK pelanggan tersebut.
"Ini menjawab kekhawatiran masyarakat untuk penyalahgunaan NIK dan nomor KK oleh yang tidak berhak," imbuh dia.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh mengatakan terkait hal tersebut, operator hanya diberikan akses untuk melihat NIK dan nomor KK. Kemdagri menegaskan, tidak memberikan data, namun operator yang mengakses untuk lakukan validasi.
Jika terbukti operator atau ada pihak tertentu yang menyalahgunakan data kependudukan, pihak tersebut akan terkena sanksi denda paling banyak Rp 1 miliar atau kurungan 10 tahun penjara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan.
"Tentu untuk operator, jika melakukan hal itu maka perjanjian kerja samanya akan dibatalkan, dan perusahaannya pasti akan tutup karena tidak ada kepercayaan lagi,"kata Zudan.
