Kisah Inspiratif Mbah Telo, Selalu Mensyukuri Hasil Berdagang Polo Pendem

Simbah yang tinggal bersama empat anaknya ini tak pernah resah dengan dagangannya. Dirinya tak pernah berpikir apakah dagangan bakal laku atau tidak

Penulis: Sulistiono | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM/SULISTIONO
Utari Dewi (36) dan anaknya membeli ubi jalar dan kacang tanah yang dijual Mbah Telo di Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta, Jumat (15/9/2017) pagi. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Sulistiono

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Angin sepoi berhembus menyapu suasana pagi Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta, Jumat (15/9/2017), sekitar pukul 08.00 WIB.

Seorang wanita sepuh terlihat duduk sambil menata dagangannya di bawah pohon rindang sisi barat alun-alun. Mbah Telo, begitu saat dirinya menyebut nama kala berkenalan.

Perempuan renta berumur 72 tahun ini sehari-hari menjual makanan polo pendem alias jenis umbi-umbian dan kacang-kacangan yang dihasilkan di dalam tanah, semisal ubi kayu, ubi jalar, dan kacang.

Mbah Telo juga menjual pisang dan kedelai.

Makanan serba godok ini disiapkannya sendiri tanpa bantuan siapapun.

Mulai dari belanja bahan mentah di daerah Sentolo, Kulon Progo, hingga memasak dan menjualnya di Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta.

Simbah yang tinggal bersama empat anaknya ini tak pernah resah dengan barang dagangannya.

Dirinya tak pernah berpikir apakah dagangannya bakal laku atau tidak.

Mbah Telo hanya mau memikirkan aktivitas dagangnya tanpa menarget pendapatan.

Bagi dia, berapa pun pendapatan dari berjualan polo pendem selalu disyukurinya.

“Rezeki itu pemberian Gusti Allah. Diberi berapapun saya terima,” ujarnya kepada reporter Tribun Jogja ketika mewawancarainya di sela-sela menunggu pembeli.

Mbah Telo sudah merasakan pahit getirnya kehidupan.

Dunia bisnis sudah dilakoninya sejak usia remaja.

Jiwa berdagangnya pun sudah terasah.

Sewaktu remaja dulu, Mbah Telo pernah berdagang pecel.

Kisahnya berdagang pecel ini diungkapkannya penuh semangat sekali.

Dia ingat betul ketika berdagang pecel sangat laris.

Selalu ada kerumunan pembeli singgah di lapak pecelnya.

“Saya pernah jualan pecel laris banget. Pembelinya berjejal sampai tak bisa diterobos. Mereka harus antre dan dilayani satu-satu,” kisahnya.

Kini Mbah Telo sudah meninggalkan bisnis pecel dan menekuni dagangan polo pendem di usianya yang terus menua.

Lapak dagangan polo pendem itu bisa ditemui setiap hari sekitar pukul 08.00 WIB di Alun-Alun Utara sisi barat.

“Saya jualan ini ada saja yang beli,” kata simbah yang mengaku tinggal di daerah Siliran, Penembahan, Kraton, itu.

Saat reporter Tribun Jogja menghampiri, Mbah Telo tampak bertransaksi dengan beberapa pembeli.

Ada yang beli ubi jalar, kacang, dan pisang.

Seorang pembeli, Utari Dewi (36), menyempatkan diri membeli polo pendem Mbah Telo bersama suami dan anaknya.

Perempuan asli Yogyakarta ini mengaku sangat kagum terhadap Mbah Telo yang sudah tua tetapi semangat hidupnya masih sangat tinggi.

“Sosok Mbah Telo bisa menjadi teladan bagi kita semua. Tidak kenal lelah walaupun raganya sudah rapuh. Patut ditiru generasi manja saat ini yang melakoni pekerjaan ringan saja mengeluh. Bagi saya simbah itu sosok pahlawan,” kata perempuan berhijab yang juga punya usaha Rumah Makan Utari Special Rica Bakar Obong ini. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved