Kisah Sedih Balita yang Hidup dengan HIV, Kedua Orangtuanya Meninggal karena Virus yang Sama
Balita mungil ini mesti menanggung penyakit human immunodeficiency virus (HIV) di usianya yang baru menginjak lima tahun.
Penulis: sis | Editor: oda
Ibunya Tetap Kerja
Dari kacamata Sri, ibu Melati adalah seorang wanita pekerja keras. Meskipun divonis mengidap penyakit HIV, namun semangat hidupnya tetap membara.
HIV seolah bukan halangan untuk tetap membanting tulang. Ibu Melati tetap saja bekerja kesana kemari demi mencarikan sesuap nasi untuk Melati.
"Sudah saya bilangin, udah Ibu aja yang kerja. Kamu di rumah saja ngurusin Melati. Dia tetap keukeuh kerja. Padahal gajinya sendiri hanya Rp 800 ribu," imbuh Sri.
Namun demikian, seiring berjalannya waktu kondisi ibu Melati semakin memburuk. Yuni mengatakan, sebelum menemui ajalnya, Ibu Melati punya sebuah keinginan untuk buah hatinya.
"Pas melati mau ulang tahun, ibunya bilang sama saya "Buk, ulang tahune Melati digawe kepiye ya? Saya jawab, mbok uwis rasah gedhen-gedhen. Dia kemudian nyuruh saya beli nasi ayam sepuluh bungkus untuk dibagi ke tetangga," terangnya.
Sepeninggal ibu Melati perayaan tersebut sempat kembali digelar saat Melati berumur empat tahun, namun saat ini sudah tak lagi dijalankan.
Pasalnya, kebutuhan hidup yang terus bertambah mengharuskan Sri berpeluh mendulang rupiah yang tak sedikit.
Untuk merawat Melati saja, setidaknya Sri mesti mengumpulkan uang yang tak sedikit. Dua minggu sekali selang untuk asupan makan Melati mesti diganti.
Satu kali ganti selang memakan biaya Rp 150 ribu, itu belum kebutuhan makan dan susu Melati, biaya untuk kontrol sebulan sekali, serta pembelian popok dan kebutuhan lainnya.
Sri yang berprofesi sebagai tukang pijat panggilan tentu kewalahan menanggung semua biaya tersebut. Coba bayangkan, sekali memijat Sri tidak mematok tarif tetap.
"Sekali pijat kadang dapat Rp 20 ribu, paling banyak Rp 50 ribu," ujar Sri. (*)