Toko Mbokjajan, Pusatnya Jajanan Jadul yang Membuat Anda Serasa Berada di Mesin Waktu

Bagi anak tahun 90an tentu hapal dengan tamagoci, gimbot, hingga kapal otok-otok yang biasa ditemukan saat sekaten.

Penulis: Santo Ari | Editor: Ikrob Didik Irawan
Tribun Jogja/Santo Ari
Berkunjung ke toko Mbokjajan di jalan Ireda nomor 181a, Keparakan Kidul, Mergangsan serasa berada di mesin waktu. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Berkunjung ke toko Mbokjajan di jalan Ireda nomor 181a, Keparakan Kidul, Mergangsan serasa berada di mesin waktu.

Bagi mereka yang angkatan 70an sampai 90an akan mendapatkan ingatan masa lalu dengan menemukan mainan dan makanan jadul (zaman dulu).

Makanan ringan gulai ayam, kripkrip, coklat jago dapat ditemukan dalam jumlah yang banyak di sini.

Untuk mainannya, bagi anak tahun 90an tentu hapal dengan tamagoci, gimbot, hingga kapal otok-otok yang biasa ditemukan saat sekaten.

Adalah Dinda Aneswari, (27), sosok bertangan dinging yang mengembangkan Mbokjajan menjadi sebuah toko sekaligus galeri untuk memamerkan keunikan makanan, mainan dan perabatan jadul.

Produknya tersebut sudah tersebar di seluruh Indonesia melalui penjualan secara online, bahkan sampai ke mancanegara.

Selain warga Jogja yang bisa datang ke toko, ia juga melayani pembelian secara online dari pelanggan berasal hampir dari seluruh provinsi di Indonesia.

Sementara untuk penjualan ke luar negeri dia pernah melayani pengiriman ke Taiwan, Hongkong, Malaysia dan Singapura.

Terkhusus di Singapura, ia diundang dalam pameran mainan dalam pekan budaya ASEAN pada Desember 2016 silam.

Keberhasilan yang berhasil dia raih ini, adalah buah keyakinannya keluar dari zona nyaman dan berjuang di dunia usaha yang baru bagi dirinya.

Usaha ini dimulai dengan tidak sengaja. Pada Ramadan tahun 2014, siang hari saat puasa, Dinda ketiduran di kantor.

Dalam tidurnya ia bermimpi akan memakan biskuit gem rose.

"Tiba-tiba saya dibangunkan oleh teman. Saat itu saya dongkol. Di mimpi saja enggak boleh batal puasa. Padahal itu makanan favorit saya saat kecil," selorohnya.

Karena rasa keinginan memakan biskuit itu masih tinggi, ia pun membeli makanan tersebut dan di bawa ke kantor.

Saat itulah teman-teman satu kantor sering meminta makanan yang ia bawa.

"Awalnya buat saya sendiri, terus dimintain teman-teman. Karena rugi bandar, akhirnya saya memutuskan untuk jual biskuit itu. Ternyata banyak yang minat dan pelanggan pertama adalah temen-teman kantor," ungkapnya.

Warga Bintaran ini kemudian memutuskan menjual makanan khusus zaman dulu di sosial media miliknya, selain itu ada pula dengan ikut acara seperti bazar.

Ternyata dengan sambilannya ini, ia mendapatkan penghasilan lebih dari gaji yang ia dapat dari kantornya.

Maka pegawai di salah satu radio swasta di Yogyakarta ini memutuskan untuk keluar dari pekerjaan, dan fokus untuk membesarkan usaha makanan dan segala yang berbau jadul.

Berbagai upaya dilakukannya dalam berburu mainan dan makanan jadul. Beruntung saat ini masih banyak perusahaan yang memproduksi makanan ringan.

Namun untuk produk mainan, ia harus rela berburu hingga ke luar DIY.

Namun demikian, saat berburu ia terbilang santai dan tidak menargetkan harus mendapat barang baru.

"Dibikin enjoy. Sambil jalan-jalan ke daerah lain. Biasanya mainan jadul banyak ditemukan di kawasan wisata. Kalau dapat mainan yang bisa handmade, maka saya beli untuk sample. Kemudian akan diperbanyak oleh pekerja saya," ujar gadis yang juga membuka workshop untuk membuat mainan jadul di daerah Sewon.

Puluhan juta sudah dikantong setiap bulannya. Produk yang ia jual terjangkau untuk semua kalangan.

Harga makanan ringan gulai ayam dijualnya Rp 1.000 saja.

Tamagoci dan gimbot dijualnya seharga Rp 35 ribu, sedangkan termahal adalah monopoli dengan disain jadul sehargap Rp 75 ribu.

Kini ia memantapkan jalannya untuk menjadi pengusaha. Iapun sudah tidak berkenginan untuk menjadi pegawai.

Terlebih di Yogyakarta, bisa dikatakan banyak yang menjual makanan dan mainan jadul, namun ialah pionir yang menggabungkan semua itu menjadi satu di rumah Mbokjajan miliknya.

Mbokjajan tidak hanya jualan sajam Dinda mengatakan bahwa tempat tersebut bisa digunakan untuk kunjungan yang bersifat edukatif.

Banyak sekolah TK atau Paud datang untuk belajar mengenal makanan dan mainan jadul.

Kendati saat ini ia sudah berada di titik sukses, Dinda mengatakan bahwa awalnya ini bukanlah cita-citanya.

Saat pertama bekerja di radio swasta dulu, ia tidak kepikiran untuk membuka tempat usaha. Yang ia tahu, ia sudah mempunyai pekerjaan tetap dan waktu yang stabil dalam bekerja.

"Dulu cita-cita bukan jadi pengusaha, dulu cita-citanya dapatk pekerjaan yang pasti dan dapat gaji. Saat ini sudah merasakan bagaimana membuat usaha sendiri, akhirnya sudah enggak mau jadi pegawai lagi," bebernya,

Ia mengakui bahwa dirinya adalah orang yang matematis, dia tidak bermaun feeling dalam bekerja.

"Saya yakin keluar dari pekerjaan saya, karena saya menghitung dan menggunakan nalar. Bahwa kalau saya serius menekuni usaha ini, maka hasil yang saya peroleh jauh lebih banyak dari pada saya hanya jadi pegawai," tukasnya. (nto/tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved