LIPSUS: Aturan Pertanahan di Yogyakarta Perlu Disosialisasikan
Pakar Hukum Agraria UGM Prof Dr Sudjito SH MH mengungkapkan ada beberapa poin penting yang harus dicermati.
Penulis: Rento Ari Nugroho | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Terkait penataan tanah Sultan Ground, Pakar Hukum Agraria UGM Prof Dr Sudjito SH MH mengungkapkan ada beberapa poin penting yang harus dicermati.
Yang tidak kalah penting adalah sosialisasi aturan pertanahan di Yogyakarta yang berbeda dengan daerah lain.
"Dalam pandangan saya, harus dibedakan antara Sultan Ground dan Sultanate Ground. Sultan Ground adalah tanah yang digunakan untuk kepentingan langsung terkait Kraton misalnya Siti Hinggil hingga alun-alun. Sedangkan Sultanate Ground adalah tanah di wilayah kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam kekuasaan Kraton tapi belum diberikan kepada rakyat, desa atau pihak tertentu. Selama ini, soal Sultanate Ground ini yang masih simpang-siur di masyarakat," katanya kepada Tribun Jogja.
Secara kelembagaan, lanjut Prof Sudjito, Sultanate Ground diurus oleh lembaga dalam struktur Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yakni Lembaga Panitikismo.
Pani dari kata panoto atau penata, sedangkan kismo berarti tanah. Lembaga inilah yang secara formal mempunyai hak dan wewenang untuk mengatur tanah Kasultanan.
"Kalau ada pihak yang ingin menggunakannya harus seijin Kraton melalui Panitikismo ini," tegasnya.
Prof Sudjito menerangkan, apabila ada lembaga lain, hal itu harus dikonsultasikan kepada Kraton apakah diakui atau tidak. Kalau tidak diakui tentunya ini berpotensi menimbulkan masalah.
Untuk itu yang memegang surat hak semacam ini diperlukan kesediaannya untuk segera berkonsultasi ke Panitikismo.
"Kemudian yang tidak kalah penting, terkait peraturan pertanahan di DIY ini adalah sosialisasi. Hal ini saya pandang perlu baik untuk warga asli DIY maupun pendatang supaya lebih bisa memahami Kraton baik secara historis maupun filosofisnya dan juga mengenai aturan pertanahan. Sosialisasi mengenai Sultan Ground, Sultanate Ground dan juga Pakualaman Ground sangat perlu meski saat ini sudah terlambat. Namun akan lebih baik jika dilakukan," urainya.
Berdasarkan pengalamannya, kata Prof Sudjito lagi, banyak pihak yang bertanya mengenai hal ini.
Bahkan para lurah dan dukuh yang saat ini banyak anak mudanya masih belum paham tentang hal ini. Untuk itu, sosialisasi oleh Kraton bisa melalui perwakilannya sangat penting.
"Di atas semuanya itu, yang perlu dipahami oleh semua pihak baik itu masyarakat, Kraton dan semua pihak terkait adalah pemahaman akan pemanfaatan tanah-tanah tersebut sesuai dengan sifat dan jenis tanah Kraton. Sultan Ground di sini milik raja bukan sebagai pribadi namun dalam posisi Sinuwun Ingkang Jumeneng atau bertahta untuk rakyat. Jangan sampai ada salah pemahaman terkait hal ini," pungkasnya. (tribunjogja.com)
