Wisata Alam Watu Payung, Dulunya Tempat Bersembunyi Masyarakat Dari Serangan Belanda
Sebuah tempat yang sunyi tersebut ternyata adalah tempat wisata. Adalah Watu Payung sebuah tempat wisata yang sudah lama terhenti pembangunannya.
Penulis: gsk | Editor: oda
TRIBUNJOGJA.COM - Siang hari menuju sore, matahari memendar melalui celah-celah dahan pepohonan, yang menemani perjalanan melewati aspal berlkelok yang sepi.
Tibalah tim Tribun Jogja disebuah tempat yang juga sangat sepi dan sunyi. Hanya terdengar hembusan angin dan sesekali terdengar kicauan burung Perenjak.
Sebuah tempat yang sunyi tersebut ternyata adalah tempat wisata. Adalah Watu Payung sebuah tempat wisata yang sudah lama terhenti pembangunannya.
Bertempatkan di desa Turunan, kecamatan Panggang Gunung Kidul, Watu Payung mempunyai keindahan panorama alam yang menarik.

Sore itu, Seorang pemuda duduk sendiri di bawah pohon Jati, menunggu wisatawan yang hendak berkunjung.
Pemuda tersebut adalah Dani, salah seorang anggota pengelola tempat wisata tersebut. Menurut Dani, pengunjung yang datang ke Watu Payung biasanya pagi hari.
"Wisatawan yang datang kesini biasanya pagi-pagi, mulai jam lima pagi, untuk melihat matahari terbit. Setelah itu mereka pulang, dan siang harinya jarang ada pengunjung yang datang lagi, kalaupun ada, itu cuma satu dua orang", kata Dani.
Dani menjelaskan bahwa, Untuk melihat matahari terbit pengunjung harus berjalan melewati jalan pedesaan untuk menuju kesebuah bukit kecil yang berada di lereng kawasan Watu Payung.
Dani bercerita bahwa dulunya Watu Payung merupakan sebuah lahan gundul, lalu pada tahun 2008 dengan adanya swadaya masyarakat, dan bantuan pemerintah, lokasi tersebut difungsikan sebagai hutan lindung.
Tanaman yang ditanam di tempat tersebut berupa pepohonan Jati.
Kepada Tribun Jogja, Dani mengisahkan salah satu cerita menarik tentang asal mula nama tempat wisata Watu Payung ini.
"Pada jaman dahulu, tempat ini digunakan untuk sembunyi masyarakat dari serangan Belanda. Konon ceritanya, jika masyarakat sekitar berada atau bersembunyi di tempat ini, para tentara Belanda tidak dapat melihat keberadaan mereka", ungkap Dani.
Ia juga menambahkan, bahwa dari cerita itulah tempat yang sekarang jadi obyek wisata ini dinamakan Watu Payung, yang konon maknanya ialah 'Mayungi' atau menutupi.

Memasuki obyek wisata tersebut pengunjung akan melewati jalur yang berupa batuan padas yang terjal, sejauh kurang lebih 300 meter.
Batuan padas kapur yang terjal tersebut, kadang menjadi keluhan pengunjung ketika akan berwisata ke Watu Payung.