REALTIME NEWS: Public Hearing Raperdais Diwarnai Kericuhan
Pemaparan yang dituturkan secara mengebu-gebu dan memakan waktu lama tersebut, memancing emosi perwakilan masyarakat yang lain.
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Ikrob Didik Irawan
Laporan Reporter Tribun Jogja, Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Public hearing tentang Rancangan Peraturan Daerah Istimewa (Raperdais) Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten (Raperdais Pertanahan, red), di Ruang Rapat Paripurna (Rapur) lantai 2 DPRD DIY, Senin (28/11/2016), diwarnai kericuhan.
Hal tersebut dipicu oleh pemaparan yang diajukan salah satu perwakilan masyarakat, yakni Suparyanto yang merupakan salah satu warga yang mengaku berasal dari Parangtritis dan juga mewakili Granat.
Suparyanto menentang Raperdais yang dianggapnya menggunakan hukum kolonial Belanda yakni rijksblad.
Pemaparan yang dituturkan secara mengebu-gebu dan memakan waktu lama tersebut, memancing emosi perwakilan masyarakat yang lain.
Pasalnya, selain dibatasi waktu, dalam public hearing tersebut dalam sesi pertama hanya diperutukkan bagi sepuluh orang penanya yang dipilih pihak Pansus.
Hal tersebut membuat warga lain khawatir tidak kebagian waktu dengan berteriak kepada moderator untuk tegas memberikan batasan waktu kepada para penanya.
Setelah suasana berhasil didinginkan dan kembali kondusif, pemaparan aspirasi dari perwakilan masyarakat kembali dilanjutkan.
Hadir dalam public hearing tersebut adalah pihak eksekutif, legislatif, dan juga masyarakat.
Membuka pemaparan, Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY, Hananto Hadi Purnomo menjelaskan isi dari Raperdais tersebut.
Raperdais Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten terdiri dari VIII BAB serta 27 pasal.
Seusai pemaparan dari Hananto, Ketua Pansus Raperdais Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten, Rendradi Suprihandoko mempersilahkan sepuluh orang dari perwakilan masyarakat menyampaikan aspirasinya. (tribunjogja.com)