Warga Jonggrangan Ngotot Tolak Tambang Pasir dengan Alat Berat
Perwakilan warga Jonggrangan yang menolak terbitnya izin operasi PT PAS akhirnya meninggalkan ruangan sebelum mediasi ditutup.
Penulis: Yoseph Hary W | Editor: Ikrob Didik Irawan
Laporan Reporter Tribunjogja Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Mediasi masalah tambang pasir Sungai Progo antara warga Jonggrangan Desa Banaran Kecamatan Galur dan PT PAS, di Rumah Dinas Bupati Kulonprogo, berlangsung alot, Selasa (20/9/2016).
Tetap tak ada titik temu, perwakilan warga Jonggrangan yang menolak terbitnya izin operasi PT PAS akhirnya meninggalkan ruangan sebelum mediasi ditutup.
Warga semula datang beramai-ramai menggunakan sekitar lima truk dan satu minibus ke Rumah Dinas Bupati Kulonprogo.
Meski jumlah yang datang cukup banyak, warga yang diperbolehkan masuk kompleks rumah dinas dan ruang mediasi hanya perwakilan atau sebagian.
Dipimpin Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kulonprogo, Suharjoko, mediasi tersebut mempertemukan warga penolak tambang pasir dengan alat berat dan PT PAS yang belakangan mendapat izin operasi penambangan.
"Warga ingin menyampaikan apa, silakan disampaikan kami akan memediasi," kata Suharjoko.
Suharjoko mengatakan, namun jika yang diinginkan warga adalah penarikan atau pencabutan kembali izin PT PAS, proses itu akan sangat lama.
Sebab itu pihaknya memilih jalan mediasi.
"Tapi jangan berpikir izin dicabut, karena izin itu sudah keluar untuk PT PAS. Saya tidak ingin ada kata-kata cabut," lanjutnya.
Di hadapan warga tersebut, Suharjoko juga mengatakan sebenarnya sudah ada kewajiban perusahaan tambang pasir terhadap warga setempat.
Salah satunya adalah penambang manual atau warga setempat akan mendapat wilayah sesuai kesepakatan.
Selain itu, warga juga dapat menjual pasir hasil tambang manual ke PT PAS sesuai kesepakatan harga.
PT PAS, menurut Suharjoko, juga sanggup untuk membuatkan jalan yang baik bagi warga.
Termasuk juga perusahaan itu akan mengalokasikan pasir satu rit per minggu, alokasi untuk bantuan sosial, membuka lowongan kerja bagi warga setempat, dan menanggung BPJS warga.
"Perusahaan juga akan mengalokasikan 10 persen dari hasil tambang untuk masyarakat. Ditambah nanti masih butuh tenaga katering, penjaga ekskavator, pengawas sesuai kebutuhan lapangan. Ini sudah kami hitam-putihkan di UPL (upaya pengelolaan lingkungan)," jelas Suharjoko.
Dukuh Jonggrangan, Asep, yang mewakili warganya mengatakan warga tetap tidak bisa menerima keberadaan PT PAS di wilayah mereka.
Dia menegaskan, warga Jonggrangan tetap menolak perizinan penambangan yang sudah terbit bagi PT PAS.
"Salah satunya karena penambangan menggunakan alat berat. Jadi intinya kami tetap menolak," kata Asep. (tribunjogja.com)