Lipsus Makam Pilot Dakota

Jalan Panjang Mencari Makam Pilot Dakota, Kini Makamnya Sudah Bernisan

Jika kita memasuki gerbang TPU tua ini, makam akan berada di sisi kanan atau sisi barat.

Penulis: dnh | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Dwi Nourma Handito
Makam pilot Dakota 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Makam berlapis keramik hitam itu nampak mencolok jika dibandingkan dengan makam lain yang ada di blok E, TPU Sasanalaya Yogyakarta atau yang lazim disebut Kerkov.

Jika kita memasuki gerbang TPU tua ini, makam akan berada di sisi kanan atau sisi barat.

Sekilas makam ini juga unik dan berbeda dengan yang lainnya, makam akan terlihat membujur ke timur dengan plakat di bagian barat. Seperti makam lainnya, saat pemakaman tiga jenazah yang bersemayam di pusara tersebut juga membujur ke utara seperti pada makam pada umumnya.

Namun plakat itu memang sengaja diletakan di sisi barat agar mudah terbaca. Alasannya, hanya di sisi barat yang memiliki sedikit ruang, karena makam sudah dihimpit makam lain di sisi selatan, timur dan utara.

Di atas plakat yang terbuat dari marmer berwarna hitam itu tertulis dengan tinta berwarna emas tiga nama yakni Alexander Noel Constantine, Beryl Constantine dan Roy LC Hazlehurst. Tertulis di bawahnya dalam dua bahasa, bahasa Indonesia dan Inggris, keterangan kenapa ketiga orang tersebut meninggal.

Mereka wafat dalam jatuhnya pesawat C-47 VT-CLA 29 Juli 1947. Di sekeliling makam, tertanam rumput hijau dan dipagari rantai hitam dengan empat tiang yang berwarna senada. Kini semua orang tahu, siapa orang yang dimakamkan di salah satu pemakaman tua yang secara wilayah masuk wilayah Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta ini.

Sebelumnya makam yang terletak di sisi selatan toilet TPU ini hampir tidak bisa dikenali, tanah dan sampah hampir menutup seluruh permukaan makam. Makam ini juga terancam dibongkar dan akan digunakan untuk orang lain jika terus menerus terbengkalai, mengingat kapasitas makam yang sudah penuh.

"Dulu makam ini tidak dikenali. Sekarang, semua orang yang datang bisa tahu siapa yang dimakamkan di sini," ujar Joko, petugas TPU dalam perbincangan dengan Tribun Jogja baru-baru ini.

Alexander Noel Constantine dan Roy Hazlehurst adalah tokoh yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah Indonesia saat zaman perjuangan pasca 1945. Terutama bagi sejarah kedirgantaraan dan sejarah Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Sementara itu Beryl adalah istri dari Noel yang ikut dalam penerbangan kala itu.

Dua orang itu adalah warga negara asing, Noel berkebangsan Australia sedangkan Roy berkebangsaan Inggris. Mereka adalah pilot dan co-pilot pesawat Dakota VT-CLA yang jatuh di Desa Jatingarang, Banguntapan, Bantul atau dekat Desa Ngoto, 29 Juli 1947, ikut dalam pesawat itu tokoh perintis AU, Adisutjipto, Abdulrachman Saleh dan Adisumarmo.

Pesawat yang terbang dari Singapura menuju Yogyakarta itu jatuh ditembak oleh dua pesawat pemburu P-40 Kitty Hawk Belanda. Sejarah Indonesia mencatat bahwa pesawat itu membawa bantuan obat-obatan untuk PMI. Peristiwa ini menjadi salah satu peristiwa heroik yang dicatat sejarah Indonesia.

Berdasar dokumen laporan resmi jatuhnya pesawat yang dilaporkan Halim Perdanakusuma di Yogyakarta tertanggal 2 Agustus 1947 dilaporkan pesawat membawa obat-obatan dan sembilan penumpang termasuk crew pesawat. Hanya satu korban selamat dari peristiwa itu, yakni R Abdul Gani Handonotjokro yang saat itu duduk di ekor pesawat, delapan penumpang lain wafat dalam peristiwa itu.

Berdasar laporan medik yang dikeluarkan otoritas rumah sakit saat itu, korban meninggal karena mengalami luka dan patah tulang, selain juga ada beberapa peluru yang menembus tubuh di beberapa korban, seperti Abdulrachman Saleh.

Tanggal jatuhnya pesawat carteran asal India yang terjadi pada sore hari itu akhirnya ditetapkan sebagai Hari Bhakti AURI. Sementara Adisutjipto, Abdulrachman Saleh dan Adisumarmo akhirnya ditetapkan menjadi pahlawan nasional.

Monumen pun dibangun di lokasi jatuhnya pesawat, disana juga menjadi tempat dimakamkannya Adisutjipto dan Abdulrachman Saleh saat ini.

Berawal dari Buku Makam

Sementara itu makam pilot dan co-pilot pesawat terlupakan, jejaknya nyaris hilang. Informasi yang didapatkan Tribun Jogja, pihak Kedutaan Besar Australia pernah mencari keberadaan makam itu namun nihil. Titik terang muncul dari buku catatan makam yang ditemukan oleh Sumadi, juru kunci makam, pada 13 tahun lalu.

Tribun Jogja pada medio 2013 menyajikan laporan khusus tentang makam Constantine. Dari buku makam yang usang dan tua, ditemukan nama-nama yang sebelumnya dicari oleh Kedutaan Besar Australia, Alexander Noel Constantine, Roy Hazlehurst dan Beryl Constantine.

“Saya mencarinya dan baru menemukannya di lemari paling bawah pada 2003,” ujar Sumadi dalam wawancara dengan Tribun pada 25 September 2013. Adapun saat ini Sumadi sudah meninggal dunia.

Sumadi juga menemukan sepetak makam yang saat itu diduga kuat merupakan lokasi makam Alexander Noel Constantine, Roy Hazlehurst dan Beryl Constantine. Berdasar beberapa dokumentasi foto pemakaman dan catatan buku lawas, kuat dugaan yang ditemukan Sumadi adalah makam yang dicari, namun tidak ada pihak yang memastikan.

Tribun Jogja tidak hanya sekali itu menyajikan laporan khusus tentang makam Constantine. Selang tiga tahun, tepatnya pada awal Mei 2016, misteri makam pilot Dakota kembali diangkat. Laporan khusus ini dipilih setelah ada seorang peneliti Australia, bernama Michael Kramer menghubungi seorang jurnalis Tribun Jogja.

Berawal dari laporan Tribun Jogja pada 2013, yang juga ditayangkan melalui media daring ia mengetahui tentang kabar makam Constantine. Ia juga memiliki data serta dokumentasi yang bisa membantu untuk mencari titik terang makam. Michael datang ke Yogya dengan membawa segepok data dan dokumentasi berupa foto dari pihak keluarga Constantine.

Sementara itu Tribun Jogja juga mendapatkan foto-foto dokumentasi pasca jatuhnya pesawat Dakota dari sebuah album foto tua koleksi perpustakaan Lanud Adisutjipto, termasuk prosesi pemakaman korban. Bermodal itu, Tribun Jogja kemudian melakukan penelusuran bersama Michael Kramer, beberapa tempat dikunjungi, terutama makam dan museum Ngoto.

Dua Lembar Foto Jadi Kunci

Beberapa foto yang dibawa oleh Michael Kramer adalah dokumentasi saat keponakan Alexander Constantine,Geoffrey Constantine pernah mengunjungi makam pamannya. Michael mendapatkan itu langsung dari sang keponakan.

Dari foto itu juga terdapat keterangan, bahwa dulu keponakan Constantine pernah mengunjungi makam bersama korban selamat dari peristiwa Dakota VT-CLA, R Abdul Gani Handonotjokro pada tahun 1966. Berdasar foto berwarna itu, bisa dipastikan makam yang ditemukan Alm Sumadi adalah makam yang selama ini dicari oleh Kedutaan Besar dan pihak keluarga.

Ini bisa dipastikan karena makam-makam di sekeliling makam Constantine yang terlihat di dalam foto masih identik dan saat ini masih ada. Tribun Jogja lantas mengkonfirmasi ke Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau) saat itu yakni Marsekal Pertama Wieko Sofyan dalam kesempatan sebuah acara di AAU, ia mengatakan bahwa makam itu bagian dari sejarah yang penting.

“Itu sisa-sisa peninggalan sejarah. Apalagi itu (Peristiwa Dakota) berkaitan dengan masalah perjuangan,”ujarnya pada 2 Mei 2016. Saat itu ia juga mentakan akan mencoba berkomunikasi dengan negara yang bersangkutan untuk upaya lebih lanjut. Saat ini Kadispenau sudah tidak dijabat olehnya.

Guru besar sejarah UGM, Prof Djoko Suryo dalam wawancara dengan Tribun Jogja mengatakan bahwa meski warga negara asing, Alexander Constantine dan Roy Hazlehurst patut untuk dihargai. Secara tidak langsung ia membantu perjuangan Indonesia, makamnya seharusnya dirawat dengan baik.

“Constantine dari Australia dan memang Australia adalah termasuk negara KTN (Komisi Tiga Negara) yang ikut perundingan-perundingan dengan Belanda, (Australia) yang mendukung Indonesia,” ujarnya.

Michael Kramer pun sudah mengutarakan itu kepada pihak Kedubes Australia di Jakarta, Michael mengatakan bahwa sebenarnya pihak Kedutaan sudah mengetahui. Pihak keluarga pun akhirnya memutuskan untuk menggali dan membangun nisan di atas makan itu.

Michael Kramer ditunjuk oleh keluarga sebagai wakil keluarga, dengan dibantu oleh jurnalis Tribun Jogja pengerjaan makam dilakukan dengan dana pribadi pihak keluarga. Termasuk desain makam yang dibangun, semua atas persetujuan keluarga.

Pihak Kecamatan Mergangsan pun memberikan dukungan penuh, serta membantu dalam mengurus legalitas. Setelah melalui proses yang cukup panjang akhir Agustus 2016 makam itu selesai dibangun dan kembali bisa dikenali. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved