Breaking News

Pengawasan Peredaran Obat di DIY masih Rendah

Masyarakat belum bisa mengidentifikasi apakah produk obat yang beredar atau yang dikonsumsi termasuk ilegal atau tidak terdaftar di BPOM.

Penulis: gil | Editor: oda
brighterlife.co.id
Ilustrasi obat 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Merebaknya kasus vaksin palsu membuka tabir tentang buruknya peredaran obat-obatan di Indonesia.

Walau di Indonesia tidak ditemukan namun rupanya perlindungan masyarakat dari peredaran obat-obatan yang tidak terdaftar masih rendah.

Pengurus Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) Widiyanto mengatakan masyarakat pada dasarnya masih awam terhadap obat-obatan.

Masyarakat belum bisa mengidentifikasi apakah produk obat yang beredar atau yang dikonsumsi termasuk ilegal atau tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Masyarakat tidak bisa komplain karena tidak bisa mengidentifikasi apakah obat yang mereka konsumsi terdaftar dan aman atau tidak," ujar Widiyanto kepada Tribun Jogja pada Rabu (10/8/2016).

Ia menjelaskan, pada prakteknya banyak oknum yang memanipulasi label pada kemasan sehingga terlihat sebagai produk atau obat yang terdaftar.

Tentu masyarakat juga tidak bisa membedakan bagaimana ynag asli atau plasu dan apakah masih boleh dikonsumsi atau sudah kadaluarsa.

Hal tersebut menjadi tugas penting bagi pihak terkait. Harus ada upaya memberikan perlindungan konsumen dengan melakukan berbagai tindakan pencegahan. Widiyanto menyebut, caranya dengan meningkatkan frekuensi pengawasan peredaran dan distribusi obat.

"Pengawasan jangan hanya pada produk atau obat yang telah masuk ke toko dan terjual, harus diawasi sebelum obat itu beredar di masyarakat,' tuturnya.

Kepala Balai Besar POM (BBPOM) di Yogyakarta Dra. I Gusti Ayu Adhi Aryapatni, Apt mengakui, peredaran obat secara bebas dan tidak terdaftar masih banyak ditemukan di DIY, walau relatif ringan dan tidak termasuk kategori yang berat.

Lantaran diakuinya pengawasan masih rendah.

"Pengawasan dari kami memang belum optimal. Tidak hanya soal vaksin yang dulu, untuk obat-obatan yang lain juga belum rapi pengawasannya," tutur Ary, panggilan akrabnya.

Faktanya, di DIY masih banyak ditemukan peredaran obat secara bebas tanpa resep atau kadar pemakaian di warung-warung atau toko-toko obat. Ary menilai hal tersebut disebabkan pengawasan masih rendah.

Menurut Peraturan Menteri kesehatan nomor 35 tahun 2014, disebutkan bahwa pengawasan dilakukan oleh dinas kesehatan. Walau BBPOM bertugas mengawasi obat, namun instansinya tidak bisa melakukan penindakan lanjut bila ada temuan yang melanggar.

"Kami hanya membrikan rekomendasi ke dinas kesehatan, tapi tidak bisa menindak lanjuti bila ada temuan. Kami harap BBPOM segera diperkuat regulasi dan memilki badan hukum sehingga bisa fokus bekerja," jelasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved