Bola Eropa 2016
Narasi Indah Islandia di Piala Eropa
Islandia, tim dari nordik sebelah barat laut benua biru yang melanjutkan kisah indah para pecinta tim semenjana bermental raksasa
Penulis: Hendy Kurniawan | Editor: Iwan Al Khasni
Inggris Exit?
Pemain Islandia Ari Skúlason rayakan kemenangan dengan anak dan istrinya di pinggir lapangan
NARASI indah itu berlanjut dengan hasil 1-1 melawan Hongaria di laga kedua, lalu mengempaskan Austria dengan skor 1-2 di duel pamungkas Grup F.
Hasil ini cukup menjadikan Islandia finis di peringkat kedua grup untuk selanjutnya menantang Inggris di babak 16 besar. Sekali lagi, tim besar dengan tradisi sepak bola kuat (Portugal) digagahi timnas antah-berantah ini bagi sebagian penyuka bola.
Asal Anda tahu, negara Islandia hanya berpenduduk 329.100 jiwa (data tahun 2015). Lebih sedikit dibandingkan total warga Kulonprogo di tahun 2011, yakni 470.520 jiwa.
Tapi semua ini toh tak membuat mereka inferior meski pun baru sekali tampil di turnamen besar sepanjang sejarah federasi sepak bolanya terbentuk sesaat pascaperang dunia kedua berakhir.
Siapa yang kenal timnas berjuluk Strakarnir Okkar atau Our Boys ini selain nama-nama seperti Eiður Smári Guðjohnsen yang pernah membela Chelsea dan Barcelona serta Gylfi Sigurðsson yang bermain di Swansea City?
Atau barangkali nama-nama itu kalah tenar dibanding Björk Guðmundsdóttir dan Sigur Rós yang lebih mendunia lewat lagu-lagu yang susah dinyanyikan tapi sangat digemari penikmat musik dunia.
Cerita indah dari negeri es bukan tidak mungkin terus berlanjut di putaran final Piala Eropa ini. Melawan Inggris di babak perdelapan besar, bisa jadi melengkapi keriuhan tagar #brexit seusai 52 persen rakyat Ratu Elizabeth II ini memilih keluar dari Uni Eropa pada referendum hari Kamis lalu.
Brexit yang merupakan akronim dari British Exit ini mungkin saja ramai menjadi tagar satire jika timnas mereka di Piala Eropa harus angkat kaki lebih awal. Apalagi 'pengusirnya' adalah tim liliput semacam Islandia.
Kalau pun Islandia kalah lalu pulang ke tanah esnya (bukan tanah air) di utara Eropa sana, dipastikan peringkat FIFA mereka melonjak jauh meninggalkan Indonesia.
Loh kenapa Indonesia dibawa-bawa? Karena semboyan "Menuju Pentas Dunia" belum dan sangat sulit terwujud. Mungkin ungkapan tersebut lebih tepat menjadi pemeo daripada semboyan, jika untuk sebuah laga piala kopi instan saja masih terjadi kericuhan suporter, di bulan puasa pula. (hendy kurniawan)