Tidak Penuhi Panggilan, LBH YOGYA Kecewa Sikap Kepala BLH DIY
tidak memenuhi panggilan majelis hakim PTUN Yogyakarta pemeriksa perkara gugatan Izin Lingkungan Apartemen Uttara
Penulis: Victor Mahrizal | Editor: oda
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – LBH Yogyakarta menyayangkan sikap Joko Wuryanto, selaku Kepala BLH DIY, sekaligus Ketua Komisi AMAL.
Pasalnya, pihak yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan majelis hakim PTUN Yogyakarta pemeriksa perkara gugatan Izin Lingkungan Apartemen Uttara
Tidak hadirnya yang bersangkutan, dinyatakan melalui surat resmi yang ditujukan pada Majelis Hakim.
Ia menyatakan keberatan dipanggil sebagai saksi fakta karana merasa tidak ada sangkut pautnya dengan proses penerbitan Izin Lingkungan Apartemen Uttara.
“Sikap keberatan secara terbuka dan keengganan hadir dipersidangan, sungguh sangat disayangkan dan tak patut sebagai pejabat publik karena tak menghormati proses pengadilan,” kata Kuasa Hukum LBH Yogyakarta, Rizky Fatahillah.
Alasannya pentingnya kesaksian Joko, karena BLH DIY pernah mengirimkan surat yang ditujukan kepada Bupati Sleman pada 26 Maret 2015, surat itu berisi permohonan klarifikasi terkait kelanjutan proses penilaian AMDAL apartemen Uttara yang diajukan oleh BLH Sleman.
BLH DIY mengirimkan surat tersebut karena mengetahui adanya desakan dari DPRD Sleman kepada Bupati untuk menghentikan pembangunan (proses konstruski) apartemen yang sudah berjalan semenjak 28 November 2015.
Hal yang terpenting kata Rizky, BLH DIY mengetahui adanya permohonan pemilaian AMDAL Apartemen Uttara The Icon, dengan Surat Pengantar dari Kantor BLH Sleman tertanggal 10 Maret 2015.
Dalam surat pengantar itu BLH Sleman mengetahui Apartemen Uttara telah melakukan perubahan rencana pembangunan dari yang awalnya luasan lantai bangunan seluas 9.661 m2 menjadi 19.519,72 m2, padahal proses Konstruski belum rampung.
Tentu hal ini mengejutkan, data itu dikatakan tidak singkron dengan dasar Izin Lingkungan Apartemen Uttara pada 15 Juli 2015, yang diterbitkan oleh BLH Sleman dengan dasar dokumen UKL-UPL karena luasan bangunan hanya 9.661 m2 sehingga tidak wajib AMDAL.
“Kehadiran kepala BLH DIY, bagi LBH Yogyakarta begitu penting untuk memberikan klarikasi terkait modus pembangunan yang seringkali sedari awal menyusun AMDAL setelah bangunan berjalan,” jelas Rizky.
LBH Yogyakarta menduga modus ini dilakukan pada pembangunan apartemen Uttara untuk menghindari forum konsultasi publik dengan warga, karena adanya penolakan dari warga terdampak terutama RT 01/RW 01 Karangwuni.
Konsultasi publik merupakan prosedur yang wajib dilakukan untuk menyerap asipirasi dan disetujui tidaknya pembangunan, sebagai dasar pertimbangan penerbitan Izin Lingkungan Apartemen Uttara.
“Dengan dibiarkan berjalannya pembangunan terlebih dahulu, juga merupakan modus guna secara psikologis menurunkan posisi tawar warga harus menerima kenyataan tidak boleh keberatan dengan pembangunan,” ucapnya.(tribunjogja.com)