Banjir Kali Winongo
Tanggulangi Banjir, Sultan Siapkan Program Mundur Munggah
Rencananya, pemukiman warga yang berada di bantaran sungai akan dirapikan. Menengok air sungai meluap hampir tiap tahun.
Penulis: mrf | Editor: oda
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Meluapnya air sungai Winongo hingga ke pemukiman warga, akhir pekan lalu membuat Pemerintah Daerah (Pemda) DIY tak tinggal diam.
Rencananya, pemukiman warga yang berada di bantaran sungai akan dirapikan. Menengok air sungai meluap hampir tiap tahun.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan dalam menanggulangi banjir yang kerap terjadi, pihaknya mengaku memiliki program yaitu mundur munggah.
Dalam program ini, warga yang tinggal dekat dengan sungai akan dipindah ke rumah yang berada di belakangnya.
Sementara warga yang tak kedapatan lahan akan ditempatkan ke Rumah Susun Sewa (Rusunawa).
Saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah membangun Rusunawa Gemawang yang terletak di Sinduadi, Mlati, Sleman untuk warga yang tak mendapat lahan.
“Tahun ini akan ada satu percontohan. Karena kalau mereka direlokasi agak repot,” ujar Sultan di Kompleks Kepatihan, Senin (14/3/2016).
Dijelaskan Raja Keraton Yogyakarta ini, sungai di wilayah utara Yogyakarta penuh dengan lumpur dan material endapan bahan lepas. Hal itu mengakibatkan permukaan sungai naik dan berdaya muat sedikit.
Maka jika terjadi hujan lebat, peluang air meluap ke pemukiman warga di bantaran sungai akan tinggi.
“Solusinya, pemukiman penduduk yang berada di sepanjang aliran sungai harus dimundurkan,” sambungnya.
Senada, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY, Gatot Saptadi menegaskan bahwa meluapnya air di sungai Winongo, bukan merupakan banjir.
Menurutnya, pemukiman warga yang ada di bantaran sungai adalah jalan yang semestinya dilewati air sungai.
“Kemarin bukan banjir, wong kaline mung ning kono. Sungai cuma cari jalannya. Makanya Pak Gubernur menawarkan konsep penataan kawasan pemukiman penduduk di sepanjang sungai harus mundur di luar sepadan,” kata Gatot.
Nantinya dalam konsep penataan itu, lahan kosong di bantaran sungai akan dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Terutama untuk mewujudkan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Meski demikian, lanjut Gatot, ide program mundur munggah yang sebenarnya muncul beberapa waktu lalu tak berjalan mulus.