Jogja Dulu dan Sekarang

Wajah Tugu Yogya Benar-benar Berubah Pascagempa Dahsyat 1867

Sebelum menjadi seperti yang bisa disaksikan sekarang ini, Tugu Pal Putih pernah beberapa kali mengalami perubahan dan renovasi

Penulis: Hamim Thohari | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.com | Khaerur Reza
Gambar Tugu Yogya dari jarak dekat pada tahun 1928 (Net) dan gambar Tugu Yogya jarak dekat yang diambil pada tahun 2016 ini (TRIBUNJOGJA.com - Khaerur Reza) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tugu Pal Putih adalah landmark Kota Yogyakarta yang paling terkenal. Monumen peninggalan Sultan Hamengkubuwono I atau Pangeran Mangkubumi (raja pertama Keraton Yogyakarta) saat ini menjadi tempat yang wajib dikunjungi saat datang ke Yogyakarta. Belum lengkap rasanya jika belum singgah ke Tugu Pal Putih ini.

Di sini anda bisa berfoto dengan latar belakang tugu, serta bisa menyaksikan diorama yang berada di sudut sisi tenggara. Ini merupakan penambahan fasilitas yang diresmikan pada 10 Mei 2015 lalu.

Namun sebelum menjadi seperti yang bisa disaksikan sekarang ini, Tugu Pal Putih pernah beberapa kali mengalami perubahan dan renovasi. Perubahan paling drastis terjadi pascagempa dahsyat pada tahun 1867 yang membuat Tugu Pal ambruk.


Tugu Golong Giling (Net)

Adapun berdasarkan runtutan sejarahnya, Tugu Yogyakarta didirikan pada tahun 1755, tidak hanya sebuah tugu, terdapat banyak filosofi yang menyertai bangunan yang berada di perempatan Jalan Margoutomo (Mangkubumi), Jalan Jendral Soedirman, Jalan A.M Sangaji dan Jalan Diponegoro.

Bersama Panggung Krapyak, dan Keraton Yogyakarta, tugu Pal Putih adalah bagian dari sumbu filosofi yang membentuk Kota Yogyakarta. Keraton Yogyakarta sendiri dibangun dengan penuh perencanaan.

Pangeran Mangkubumi sebagai pendiri Keraton Yogyakarta selain dikenal sebagai ahli di bidang strategi perang, melainkan seorang arsitek yang memegang teguh nilai historis maupun filosofi. Pemilihan letak Keraton Yogyakarta pun tidak lepas dari nilai filosofis dan magis.

Dari sisi topografi letak Yogyakarta berada di antara enam sungai yang mengapit secara simetris, yakni sungai Code dan Winongo di ring pertama, sungai Gajah Wong dan Bedog di ring kedua, serta sungai Opak dan sungai Progo di ring ketiga. Sisi utara terdapat gunung Merapi dan sebelah selatannya ada laut Selatan.


Tugu Yogya pada tahun 1922, gambar diambil dari Jalan Tugu Kulon atau Jalan Diponegoro (sekarang) / Dok Museum Sonobudoyo dan gambar Tugu Yogya diambil dari sudut yang sama pada tahun 2016 ini / TRIBUNJOGJA.com - Khaerur Reza

Dalam tradisi Jawa (sebelum Islam masuk) posisi dan kedudukan yang demikian menunjukan Yogyakarta berada pada posisi Sanctuary area (daerah suci).

Dengan setting lokasi tersebut Pangeran Mangkubumi menciptakan sumbu imajiner Gunung Merapi, Keraton, dan Laut Selatan.

Gunung sebagai ketenangan (tempat suci), dataran (Keraton) sebagai tempat bermukim dan beraktifitas, dan laut sebagai tempat pembuangan akhir dari segala sisa di bumi.

Secara simbolis filosofi tersebut digambarkan dengan keberadaan Panggung Krapyak yang berada di sisi paling selatan, Keraton di tengah, dan Tugu di bagian utara.


Tugu Yogya pada tahun 1922, gambar diambil dari Jalan Tugu Kulon atau Jalan Diponegoro (sekarang) / Dok Museum Sonobudoyo dan gambar Tugu Yogya diambil dari sudut yang sama pada tahun 2016 ini / TRIBUNJOGJA.com - Khaerur Reza

Bentuk awal Tugu Pal Putih berbeda dengan yang saat ini kita jumpai.

Awalnya badan tugu berbentuk silindris (gilig) dan terdapat semacam bentuk bola (golong) di atas badan tugu.

Sehingga pada awalnya bangunan tersebut dinamai Tugu Golong Gilig.

Tugu Golong Glig dan Panggung Krapyak merupakan simbol Lingga Yoni yang melambangkan kesuburan. Olah Pangeran Mangkubumi sumbu filosofi yang Hinduistis ini diubah menjadi konsep Islam-Jawa Sangkan Paraning Dumadi.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved