Tata Kelola BUMN Tidak Boleh Melenceng dari Konstitusi
Penyelenggara pemerintahan diharapkan bisa memperbaiki struktur dan cara berpikir yang berpedoman pada negara hukum, berpedoman pada konstitusi.
Penulis: khr | Editor: oda
Laporan Reporter Tribun Jogja, Khaerur Reza
TRIBUNJOGJA.COM JOGJA - Ketua Pansus Pelindo II sekaligus Politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka mengingatkan bahwa penyelenggara pemerintahan diharapkan bisa memperbaiki struktur dan cara berpikir yang berpedoman pada negara hukum, berpedoman pada konstitusi. Salah satunya, dalam hal pengelolaan BUMN di tanah air.
Hal tersebut menyangkut adanya silang sengkarut pada Perusahaan BUMN PT Pelindo II.
"Tata kelola BUMN harus berpedoman pada konstitusi, apa itu? Merujuk pada pasal 33 UUD 1945. Itulah yang jadi semangat teman-teman di Pansus Pelindo II. Kini sudah selesai, rekomendasi juga sudah kita sampaikan," kata Rieke Selasa (29/12/2015) dalam acara Diskusi akhir tahun 2015 bersama dengan Forum Kajian Kebijakan Ekonomi Nasional (FK2EN) yang diselenggarakan di University Centre, UGM Yogyakarta.
Pada forum yang diikuti mahasiswa dan aktifis serta akademisi dari berbagai kampus di DI Yogyakarta itu, Rieke menegaskan pentingnya mendorong BUMN benar-benar bisa jalankan amanat pasal 33 UUD 1945.
Secara khusus guna mendorong lahirnya kebijakan, saat ini gerakan buruh sudah memiliki kekuatan efektif dalam gerakan politik seperti serikat pekerja di JICT, yang sudah menunjukan gerakan yang menerobos arah kebijakan sesuai konstitusi.
Dalam dialog bersama dengan Dr Fahmy Radhi, peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM dan Nova Sofian Hakim, Ketua Serikat Pekerja JICT ada banyak masukan terkait pentingnya tindak lanjut dari rekomendasi yang telah diberikan.
Rieke menceritakan alasan kenapa Pansus Pelindo II segera selesai, tidak sampai melewati pergantian tahun.
"Pansus JICT selesai. Ini jelang tahun baru, pekerjaan Pansus Pelindo II itu lintas fraksi. Akan ada banyak godaan jika ditunda," Rieke
Nova Sofyan Hakim, Ketua Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) menyatakan dalam perjuangan membongkar borok perpanjangan kontrak JICT dengan Hutchinson Port Holdings (HPH) asal Hong Kong yang diduga merugikan negara hingga Rp 36 triliun, ada banyak tantangan.
Perpanjangan kontrak JICT itu melanggar
Terkait kebijakan manajemen PT Pelindo II, Serikat Pekerja JICT meminta agar mencabut segala bentuk intimidasi kepada karyawan yang selama ini aktif mempersoalkan masalah ini.
SP JICT berharap agar perjuangan Serikat Pekerja JICT menjadi embrio bagi serikat pekerja BUMN lain dalam membela kepentingan nasional.
"Termasuk demosi, mutasi, dan ratusan surat peringatan kepada pekerja JICT yang aktif membela kepentingan nasional. Karena, telah terbukti bahwa perpanjangan kontrak JICT melanggar UU," kata Nova.
Hal senada juga disampaikan oleh Dr Fahmi Radhi, peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM. Pemerintah Republik Indonesia, diminta untuk mengembalikan seluruh karyawan Pelindo II yang telah dirotasi, di demosi dan diberhentikan oleh RJ Lino.
"Kita harus mendesak KPK untuk mengusut tuntas semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan perpanjangan kontrak JICT, yang telah melanggar UU dan merugikan negara," katanya. (tribunjogja.com)
