Nasib Tenaga Pembantu Kependidikan di Kota Yogyakarta Digantung
Jika pengelolaan SMA/SMK berada di provinsi, maka status Naban akan dihilangkan dan digaji berdasar jam mengajar, serta tunjangan ditiadakan.
Penulis: mrf | Editor: oda
Laporan Reporter Tribun Jogja, M. Resya Firmansyah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kebijakan penarikan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari Dinas Pendidikan yang ada di kabupaten/kota ke provinsi, menimbulkan beberapa permasalahan. Utamanya soal nasib Tenaga Pembantu (Naban) kependidikan di Kota Yogyakarta.
Seperti diketahui, Naban kependidikan merupakan Guru Tidak Tetap (GTT) yang melalui Peraturan Walikota (Perwal) nomor 3/2008 menjadi guru tetap di sekolah negeri.
Oleh karenanya, Naban tersebut juga memperoleh tunjangan profesi seperi PNS pada umumnya. Selain gaji pokok sesuai besaran UMK setempat.
Namun demikian, Perwal tersebut bertentangan dengan PP nomor 48/2005 yang menyebutkan bahwa GTT tidak boleh diangkat menjadi guru tetap.
Selama ini lantaran bertentangan, Naban tersebut tetap dibayar karena ada SK Walikota. Rencananya, kebijakan ini akan diberlakukan efektif pada 2017.
Jika pengelolaan SMA/SMK berada di provinsi, maka status Naban akan dihilangkan dan digaji berdasar jam mengajar, serta tunjangan ditiadakan.
Hal ini menjadi kegelisahan tersendiri bagi Naban di Kota Yogyakarta. Apalagi se-Indonesia, hanya Kota Yogyakarta yang memiliki Naban.
Naban Kependidikan di SMK Negeri 6 Yogyakarta, Subandi mengatakan, gajinya saat menjadi Naban sebanyak Rp 1,3 juta sesuai UMK.
Saat dirinya mengetahui bahwa pengelolaan SMA/SMK diserahkan ke provinsi, dia dan teman-temannya gelisah.
“Soalnya kalau sudah menjadi Naban, gaji kami kembali seperti dulu ketika menjadi GTT. Hanya sekitar Rp 250-300 ribu. Apa nggak malu, kota pelajar tapi gaji gurunya cuma segitu,” kata Subandi kepada Tribun Jogja, Rabu (25/11/2015).
Dia menambahkan, ketika nanti statusnya berganti GTT, maka dia dan teman-temannya rentan di PHK. Sebab ketika pemerintah mengadakan rekrutmen PNS untuk tenaga guru, maka GTT akan diganti.
“Saya berharap kalau pengelolaan jadi dipindah ke provinsi, SK Walikota soal Naban bisa diperpanjang walaupun susah. Karena Naban hanya ada di Yogya, di daerah se-Indonesia tidak ada. Kalau tidak, kami berharap Gubernur membuat SK Gubernur soal Naban, sama seperti Walikota,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Baskara Aji mengatakan, fenomena Naban sebenarnya telah lama dibahasnya.
Pun pihaknya saat membawa kasus ini ke Kemdikbud RI, hasilnya selalu nihil. Sebab, Perwal nomor 3/2008 menyalahi aturan.
“Di daerah lain, tidak ada guru tetap di sekolah negeri. Karena ketika Naban dianggap guru tetap, maka keluar sertifikasi tunjangan. Tapi nanti kalau dicocokkan PP nomor 48/2005 saat pegawai dikelola provinsi, kita tidak bisa mengakui Naban. Aturan itu menyalahi,” jelas Aji.
Dia menjelaskan, kesalahan Perwal nomor 3/2008 itu yakni Walikota mengangkat GTT menjadi Naban seusai PP nomor 48/2005 keluar.
Maka Kemdikbud RI kebingungan. Sementara GTT yang diangkat sebelum 2005, pemerintah tidak mempermasalahkan.
“Kami akan beri rekomendasi bagi Pemkot Yogyakarta, supaya mereka bisa diperpanjang Nabannya saat dikelola provinsi. Karena kita tidak ada aturan soal itu. Itu lebih aman dari sisi penataan administrasi,” jelas dia.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DIY, R Agus Supriyanto mengatakan, pihaknya tidak bisa mempertahankan status Naban ketika SMA/SMK dikelola provinsi. Sebab akan menimbulkan masalah baru lantaran melanggar peraturan pemerintah.
“Tapi saya berkoordinasi dengan BKN tadi pagi, setelah ini akan ada keputusan BKN dengan Mendikbud mengenai masalah guru ini,” tukasnya. (tribunjogja.com)