Bendahara BLH Dinilai Lalai

Majlis Hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta menilai bendahara kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta, Ismartini telah lalai.

Penulis: Victor Mahrizal | Editor: oda
kompasiana.com
ilustrasi korupsi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Victor Mahrizal

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Majlis Hakim Pengadilan Tipikor Yogyakarta menilai bendahara kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta, Ismartini telah lalai menjalankan tugasnya dalam proyek pengadaan Pergola tahun 2013.

Berdasar fakta di persidangan, dokumen prasyarat pembayaran kepada rekanan menyatakan pengadaan Pergola telah rampung seluruhnya di 26 kelurahan se-kota Yogyakarta.

Kenyataannya, hasil pemeriksaan lapangan menyimpulkan pekerjaan belum selesai.

"Sebagai bendahara ibu harusnya memeriksa sebelum mengeluarkan SPP (surat perintah pembayaran). Jika dilakukan tentu tidak akan ada pembayaran uang kepada rekanan,” kata Ketua Mjalis Hakim, Barita Saragih, Rabu (28/10/2015).

Akibat kelalaian itu, kemudian dilakukan pembayaran uang kepada rekanan padahal mereka belum menyelesaikan pekerjaannya. Sehingga kemudian menimbul kerugian keuangan negara yang menjadi latar belakang kasus ini.

Ismartini mengaku mengeluarkan dokumen pendukung SPP dan Surat Perintah Membayar (SPM).

SPP dan SPM ditandatanganinya bersama Kepala BLH Yogyakarta non aktif Irfan Susilo dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Suryadi.

Dokumen itu dipakai untuk mencairkan uang APBD sebagai biaya jasa pengadaan 1.753 unit Pergola kepada rekanan senilai total Rp4,4 miliar.

"Kalau di dokumen pekerjaan sudah selesai, baru tahu kekurangan pekerjaan setelah ada temuan dari Inspektorat," kilahnya.

Selain kelalaian bendahara, di persidangan juga terungkap peran Irfan selaku Pengguna Anggaran dan Suryadi selaku PPK.

Keduanya turut menandatangani dokumen-dokumen berisi laporan hasil pekerjaan, berita acara serah terima, dan prasyarat pembayaran.

Saksi lainnya yang dihadirkan di persidangan, Haryadi Widodo dari Dinas Pekerjaan Umum Yogyakarta mengungkapkan temuan kurangnya volume pekerjaan Pergola.

Hasil pemeriksaan di kelurahan Giwangan, ketebalan rangka besi hanya 1,47 inci. Padahal seharusnya 1,6 inci.

"Pemeriksaan fisik atas permintaan jaksa dan memang kami temukan ketidaksesuaian spesifikasi dengan kontrak. Kami ambil sampel di 26 kelurahan," jelasnya.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved