Polemik Sabdaraja
Rayi Dalem Diminta Tetap Solid
Para Rayi Dalem atau keturunan Sultan Hamengku Buwono IX, diharapkan untuk tetap solid menghadapi polemik yang terjadi di internal Keraton
Penulis: had | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Para Rayi Dalem atau keturunan Sultan Hamengku Buwono IX, diharapkan untuk tetap solid menghadapi polemik yang terjadi di internal Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Hal itu diungkapkan Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Hadisuryo, saat ditemui di Sri Manganti usai menemui Sri Sultan Hamengku Buwono X di Gedong Jene, komplek Keraton, Kamis (21/5).
Saat bertemu Sultan, dirinya memperoleh penjelasan mengenai sabdaraja dan dawuh raja.
Selain itu, ia juga mengaku menyampaikan ke Sultan, bahwa dirinya menolak adanya sabdaraja yang berisi perubahan gelar dan dawuh raja yang berisi pengangkatan putri mahkota.
“Tadi juga saya sampaikan, kita tetap ingin paugeran dipertahankan, (gelar) masih utuh Sayidin Panatagama Khalifatullah masih utuh tidak dihapus, tidak ditambah dan tidak dikurangi. Jadi tidak ada ratu perempuan, sebab gelar itu untuk laki-laki,” katanya.
Adik Sri Sultan Hamengku Buwono X tersebut mengatakan, pihaknya mempersilakan pada Sultan untuk mengubah gelar dan mengangkat putri mahkota, dengan alasan memeroleh wangsit dari Sultan Agung, Panembahan Senopati, HB I, dan HB IX.
“Tapi kita jawab tetap menolak, kita sulit memercayai itu, kami tetap beda pendapat. Nanti kalau dibolak-balik (gelar) malah repot,” katanya didampingi GBRAy Murdokusumo dan RM Ogy Santige (putra GKR Anom).
Hadisuryo juga mengungkapkan, saat dirinya bertemu Sultan, ia juga diminta untuk menjadi perantara antara Sultan dengan para Rayi Dalem.
Harapannya, meskipun terjadi perbedaan akan tetapi tetap mengutamakan persaudaraan.
“Ngarso Dalem minta saya menjembatani sama adik-adik semua. Mungkin kita lebih sopan santun (saat bertemu Sultan), meskipun beda tapi tetap sopan. Kita enggak mau semua keturunn HB IX berantakan,” katanya.
Adapun setelah bertemu Sultan, ia berencana menemui para Rayi Dalem lainnya, di antaranya KGPH Hadiwinoto.
Rencananya, seluruh putra dan putri HB IX yang berjumlah 15 orang atau Dewan Saudara, akan bertemu untuk bermusyawarah.
Putra dan putri HB IX tersebut antaralain GBPH Pakuningrat, GBPH Cakraningrat, GBPH Suryodiningrat, GBPH Suryomataram, GBPH Hadinegoro, GBPH Suryonegoro.
Kemudian GBPH Condrodiningrat, GBPH Yudhaningrat, GBPH Prabukusumo.
Selanjutnya, GBPH Hadisuryo, KGPH Hadiwinoto, GBRAy Murdokusumo, GBRAy Darmokusumo, GBRAy Riyokusumo, dan GBRAy Patmokusumo.
“Secepatnya kita akan sapaikan ke Sultan lagi (hasil musyawarah keluarga), setelah kita kumpul semua,” katanya saat ditanya kapan rencana musyawarah Dewan Saudara digelar.
Belum Ditentukan
Terpisah, GBPH Yudhaningrat mengatakan, mengenai rencana musyawarah dewan saudara memang belum ditentukan kapan akan digelar. Sebab semuanya harus bertemu dahulu.
“Nanti harus ketemu semuanya dulu, saya baru akan ketemu Mas Hadisuryo nanti malam. Kita harus hati-hati menghadapi rekayasa politik yang sistematis ini,” katanya.
Asisten III Setda DIY ini kembali menegaskan, walau bagaimanapun gelar Sultan Hamengku Buwono tidak dapat diubah. Karena nama tersebut berkaitan erat dengan asal mula berdirinya Keraton Kasultanan Yogyakarta.
“Ini sudah terkunci di Alquran maupun di perjanjian Giyanti, kalau yang jadi Sultan ya Hamengku Buwono X, tidak yang lain,” katanya.
Sementara Sri Sultan Hamengku Buwono X, pada Kamis (21/5/2015), hanya sesaat datang di Kepatihan untuk mengelar rapat dengan sejumlah SKPD Pemda DIY dengan Bupati Bantul.
Sekitar pukul 12.30 wib, Sultan meninggalkan kantor dan tidak kembali.
Sebelumnya, saat dimintai tanggapan mengenai pernyataan adiknya, GBPH Yudhaningrat, bahwa Sabdaraja yang ia ucapkan, cacat hukum dan batal demi hukum, karena dinilai melanggar paugeran.
Sultan menegaskan bahwa paugeran adalah internal Keraton, bukan ranah hukum negara.
“Aturan hukum ki opo? ini kan aturan Keraton, bukan aturan konstitusi Republik. Demi hukum ki demi hukume ngendi? Mbok takonke, demi hukume ngendi? Misalnya tradisi, lha itu oke, ojo hukum, nek hukum, hukum seng opo? Sultan itu kan mutlak,” katanya. (tribunjogja.com)