Menilik Jejak Putra HB II yang Bantu Pangeran Diponegoro Berperang

Desa Wanurejo, di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang ternyata menyimpan petilasan bersejarah

Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ikrob Didik Irawan
Tribun Jogja/Agung Ismiyanto
Dua orang tokoh masyarakat Desa Wanurejo sedang berziarah di petilasan makam putra Sri Sultan HB II, BPH Tejokusumo yang saat ini telah resmi menjadi Puroloyo Cikalan yang sudah diakui Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Senin (18/5/2015). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Desa Wanurejo, di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang ternyata menyimpan petilasan bersejarah.

Di desa inilah, terdapat makam putra Hamengku Buwono II dari Bendara RM Ajeng Rantamsari bernama Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Tejokusumo dimakamkan.

BPH Tejokusumo juga berperan penting dalam sejarah bersama Pangeran Diponegoro mengusir Belanda di wilayah Magelang.

Suasana sejuk sangat terasa begitu menjejakkan kaki ke sebuah bangunan dengan desain joglo berukuran sekira 6x5 meter di Dusun Tingal Kulon, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur.

Dua orang perempuan paruh baya nampak memejamkan mata. Mereka merapal doa di depan dua makam yang diselubungi kain putih.

Bau dupa yang menyeruak bercampur dengan aroma bunga menjadi penanda bahwa tempat tersebut disakralkan dan dihormati oleh warga sekitar.

Dengan berjalan pelan, dua perempuan itu kemudian menarik dua tangannya seolah menyembah untuk pamit keluar.

Ya, kegiatan peziarahan itu terus dilakukan di dua makam yang bernama Puroloyo Cikalan ini. Makam ini cukup mudah ditemukan karena berada di dekat Candi Borobudur.

Untuk menuju ke areal makam, pengunjung diwajibkan berdoa sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Pengunjung juga diwajibkan untuk melepas alas kaki dan naik ke tangga yang merupakan tatanan batu.

Makam di dusun itu bagi warga sekitar merupakan sebuah tonggak sejarah yang tak ternilai. Betapa tidak, di situlah, jasad BPH Tejokusumo disemayamkan. Cikal bakal Desa Wanurejo juga tak terpisahkan dari tokoh ini.

Dari catatan sejarah yang dimiliki pengelola petilasan itu, awalnya Tejokusumo diberi tanah perdikan oleh ayahnya, Sultan HB II bernama Wonorejo.

Pada masa itu, Wonorejo merupakan bagian dari Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pada tanggal 17 Mei 1799 Tejokusumo menikah dengan Roro Ngatirah, putri dari Pangeran Puger II dari garwo ampean, Siti Sundari.

“Tujuan dari Sultan HB II memberikan tanah perdikan ini adalah untuk memperkuat pribumi dalam mempertahankan bumi pertiwi dari jajahan Belanda,” ujar Sukiyadi, tokoh masyarakat Desa Wanurejo kepada Tribun Jogja, Senin (18/5/2015).

Perang Diponegoro

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Tags
Diponegoro
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved