Polemik Sabdaraja
Jamaah Nahdliyin Minta Sultan Kaji Ulang Sabdaraja
Acara bukan hanya dihadiri masyarakat dari kalangan Nahdliyin, namun juga warga Muhammadiyah
Penulis: had | Editor: Ikrob Didik Irawan
Laporan Reporter Tribun Jogja, M Nur Huda
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Masyarakat dari berbagai latar belakang yang tergabung dalam Jamaah Nahdliyin Mataram, menggelar Pisowanan dan doa bersama di Kompleks Makam Panembahan Senopati dan Raja Mataram Islam, Kotagede, Minggu (10/5/2015).
Acara bukan hanya dihadiri masyarakat dari kalangan Nahdliyin, namun juga warga Muhammadiyah. Kegiatan ini sebagai bentuk keprihatinan mereka terhadap Sabdaraja yang dikeluarkan Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengenai penghapusan gelar Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah.
Usai melakukan doa bersama di Bangsal Pengapit Ler, komplek Makam Panembahan Senopati, mereka kemudian menyampaikan pernyataan sikap di depan para wartawan, dengan harapan didengar oleh Sultan Hamengku Buwono X.
Koordinator Jamaah Nahdliyin Mataram, Muhamad Alfu Niam, mengatakan, masyarakat sadar bahwa suksesi adalah urusan internal Keraton, dan tak ingin ikut campur.
Namun gelar tersebut merupakan penanda keselarasan dunia batin Islam Jawa.
Selain itu, Keraton Mataram berdiri di atas dunia batin dan dihidupi oleh budaya Islam Jawa, hingga terwujud akulturasi antara Islam dan Jawa dengan bentuk gelar Sayidin Panatagama Khalifatullah.
Secara historis, sosiologis, dan spiritual, Keraton Yogyakarta adalah penerus Kerajaan Mataram Islam.
“Gelar ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari dunia batin dan kebanggaan masyarakat Jawa-Islam. Ini satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan eksistensi Keraton Mataram,” katanya.
Kader Muhammadiyah yang juga seorang budayawan, Ahmad Charis Zubair yang hadir dalam acara tersebut mengungkapkan, dirinya menyayangkan adanya perubahan gelar.
Sebab gelar Buwono memiliki arti bumi, sementara Bawono adalah alam semesta.
Buwono sama artinya dengan Khalifah Fil Ardl yang adalah kewajiban bagi seluruh manusia menjaga bumi.
“Kalau Bawono itu alam semesta, tugas manusia bukan mengelola alam semesta tapi cukup bumi saja. Alam semesta itu kewenangan Allah SWT,” katanya.
Menurut Charis, sejarah yang sudah jadi paugeran dan Undang-undang, mestinya ditaati. Terlebih Keraton Yogyakarta adalah bagian dari Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI).
Jamaah Nahdliyin Mataram berharap, Sultan Hamengku Buwono X mengkaji ulang mengenai Sabdaraja tersebut. (tribunjogja.com)