Polemik Sabdaraja

Ini Gelar Sultan HB X Sesuai Sabdaraja dan Penjelasannya

Sultan akan mengajukannya ke Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui Presiden, Mendagri, DPR RI, pemberitahuan ke Pemda DIY

Penulis: had | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM/Hendra Krisdianto
Sri Sultan Hamengkubuwono X 

Laporan Reporter Tribun Jogja, M Nur Huda

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, pada Jumat (8/5/2015) sore di Ndalem Wironegaran (kediaman GKR Mangkubumi), memberikan penjelasan mengenai Sabdaraja yang ia keluarkan pada 30 April lalu.

Inti Sabdaraja adalah penggantian gelar, antaralain perubahan gelar Sultan HB X, yakni Buwono menjadi Bawono. Kanjeng menjadi Sri, Khalifatullah dan Sayidin dihilangkan dan diganti Langgeng ing Toto Panotogomo, Kaping Sedasa diganti Kasepuluh.

Adapun gelar tersebut berbunyi, Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram Senopati Ing Ngalogo Langgeng ing Bawono Langgeng, Langgeng ing Tata Panatagama.

Sedangkan gelar sebelumnya sejak Sultan naik tahta pada 7 Maret 1989 berbunyi, Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat.

Sementara terkait penghapusan gelar Khalifatullah, Sultan enggan menjelaskan lebih jauh. Ia hanya mengungkapkan, bahwa hal itu adalah perintah dari Tuhan YME melalui para leluhurnya.

“Ya saya dapat keterangannya hanya itu, saya tidak berani melangkah jauh, saya juga takut keliru,” katanya.

Penggantian Kaping Sadasa, menjadi Kasepuluh adalah menggunakan dasar lir gumanti (tata urutan). Misalnya kasapisan (pertama), kapindo (kedua), katelu (ketiga), dan seterusnya sampai kasepuluh (kesepuluh). Tidak bisa disebut sadasa, tidak pula disebut kaping sepuluh.

Penggunaan Suryaning Mataram, karena perjanjian pendiri Mataram antara Ki Ageng Pemananan dengan Ki Ageng Giring sudah selesai. Keraton Yogyakarta pada zaman sekarang ini bukan bagian dari perjanjian tersebut.

Zaman Ken Arok di Kerajaan Singasari sampai Kerajaan Pajang merupakan Mataram lama. Sedangkan Mataram Baru dimulai dari Panembahan Senopati sampai sekarang.

“Pada masa Mataram lama ada perjanjian itu (Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan) yang memisahkan Mataram baru. Perjanjian itu sudah rampung. Saya tidak terkena perjanjian itu,” tegasnya.

Kemudian terhadap perubahan gelar ini, Sultan akan mengajukannya ke Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui Presiden, Mendagri, DPR RI, pemberitahuan ke Pemda DIY, dan DPRD DIY. Namun hal itu hanya untuk kepentingan administrasi Negara.

“Saya hanya terima dawuh dari eyang-eyang (leluhur) untuk mengeluarkan Sabdaraja, tidak ada urusannya dengan UUK. Berbicara UUK itu urusan manusia yang masih hidup. Saya bisanya hanya itu, kalau pemerintah nanti inginnya seperti apa, terserah saja.” katanya.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved