Ketika Korban Lumpur Lapindo Menuntut Jaminan
Warga menuntut ada jaminan pembayaran ganti rugi yang berkekuatan hukum, bukan pernyataan lisan.
TRIBUNJOGJA.COM, SIDOARJO - Konflik antara korban lumpur Lapindo dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo di Jawa Timur, Jumat (19/12/2014), kembali terjadi. Warga menolak pembongkaran blokade di kolam penampungan di Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Warga menuntut ada jaminan pembayaran ganti rugi yang berkekuatan hukum, bukan pernyataan lisan.
Puluhan warga korban lumpur dari Desa Siring, Jatirejo, dan Renokenongo di Kecamatan Porong dan Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, langsung berdatangan ke tanggul titik 42 saat sejumlah pekerja dari Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) membongkar sesek bambu untuk memblokade akses menuju kolam.
Mereka menolak rencana BPLS melakukan pekerjaan menanggulangi volume lumpur yang kian mendekati permukaan tanggul. Warga bersikeras menuntut pelunasan pembayaran ganti rugi yang tertunggak selama hampir sembilan tahun.
”Kami berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang mengabulkan permohonan warga korban lumpur. Kami juga mendengar, dana pembayaran ganti rugi diusulkan dalam APBN Perubahan 2015. Namun, kami lebih senang jika ada keputusan tertulis,” ujar Sudibyo, korban dari Desa Renokenongo.
Warga mendesak Presiden Jokowi segera mengeluarkan peraturan presiden yang baru sebagai payung hukum terhadap pembayaran ganti rugi bagi warga di dalam peta area terdampak. Mereka sangat berharap bisa segera lepas dari penderitaan dan memiliki tempat tinggal baru.
”Semoga bisa segera cair sebab kami sudah menunggu selama bertahun-tahun. Seperti sekarang, kami harus tinggal di pengungsian karena rumah terendam banjir lumpur,” ujar Sulastri (37), warga Desa Gempolsari. (*)