Hiswana Migas Emoh SPBU Asing Masuk DIY

Pengusaha SPBU asing semacam Petronas dan Shell diharapkan tidak mengembangkan usaha di DIY

Penulis: esa | Editor: Ikrob Didik Irawan
Tribun Jogja/Santo Ari
Suasana antrean kendaraan di SPBU Dukuh, jalan Magelang,Sleman, Selasa (26/8/2014). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pengusaha SPBU asing semacam Petronas dan Shell diharapkan tidak mengembangkan usaha di DIY. Hal itu disampaikan Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) DIY Siswanto kepada Dirjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo di Kepatihan, Selasa (16/12).

"Cukup di kota besar saja. Jangan sampai buka di daerah-daerah," keluh Siswanto.

Ia khawatir, pengembangan SPBU asing akan mematikan pengusaha-pengusaha nasional termasuk dirinya. Sebab, perusahaan semisal Cevron, Shell dan Petronas mampu menawarkan harga jual BBM yang lebih murah.

"Coba kenapa harga Pertamax di Jakarta lebih murah? Itu karena Pertamina harus bersaing dengan Shell, Petronas dan perusahaan asing lain. Kalau nggak murah nggak laku," ungkap Siswanto. Sedangkan di DIY, harga Pertamax 92 masih di angka Rp 10.300 perliter. Selisih hampir seribu rupiah dibanding Jakarta.

Ia juga mendesak agar UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas direvisi. Sebab, regulasi itu masih memberikan keleluasaan pihak asing untuk menjalankan usaha migas di dalam negeri, termasuk retail migas.

"Kalau di daerah, biarkan dipegang pengusaha nasional. Biar jadi tuan rumah di negerinya sendiri," kata Siswanto.

Pakar Ekonomi UGM Revrisond Baswir mengamini hal itu. UU Migas masih membuka peluang luas terhadap penetrasi SPBU asing di daerah. Dalam beberapa tahun ke depan, SPBU asing akan terlihat seperti Alfamart dan Indomaret yang bertebaran di hampir semua daerah. Ini sudah terlihat di Jakarta, Surabaya dan Medan.

"Dampaknya ke pengusaha lokal, persaingannya pasti ketat sekali. Pangsa pasar bisa turun jadi 50 persen saja," kata Revrisond melalui sambungan telepon, Selasa (16/12).

Ia sepakat, UU Migas harus direvisi secepatnya untuk mengantisipasi berbagai masalah migas di sektor hilir. "Kuncinya ya di revisi UU Migas untuk mengantisipasi penetrasi SPBU asing ke daerah-daerah. Kan UU itu sudah 10 tahun bermasalah," imbuhnya. (tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved