Konsumsi Pertamax Naik Lima Kali Lipat
Efek pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) kini menimbulkan efek berantai yang bisa mengkhawatirkan.
Penulis: tiq | Editor: tea

Laporan Tim Reporter Tribun Jogja
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Efek pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) kini menimbulkan efek berantai yang bisa mengkhawatirkan. Kalangan pengusaha jasa angkutan darat pun waswas. Mereka khawatir tak bisa meneruskan operasional jika tak ada kepastian.
"Hari ini (kemarin, Red) Premium dan Solar subsidi ngilang semua. Besok bagaimana. Kalau tetap begini bisa berhenti operasi, khususnya taksi yang menggunakan Premium," kata Ketua Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) DIY, Agus Adrianto, Selasa (26/8) siang.
Pembatasan BBM subsidi ini kian mencekik para pengusaha angkutan darat. Sudah tiga hari ini mereka mengeluhkan BBM langka. Nasib mereka digantung. Di satu sisi, mereka masih menerapkan tarif lama.
Realitanya, mereka harus membeli BBM nonsubsidi yang harganya lebih mahal karena pasokan Premium dan Solar subsidi tak ada. Praktis, biaya bahan bakar membengkak hingga 80 persen dari omset perhari.
"Kami jangan digantung begini. Kalau memang harus naik harga, ya naik saja asal proporsional. Itu lebih jelas bagi kami, jadi bisa menghitung tarifnya. Kalau langka begini kan kami merugi terus," papar Agus.
Sementara Premium langka, warga ternyata juga kesulitan mendapatkan Pertamax. Suji, seorang warga Godean mengaku harus menunggu setidaknya satu setengah jam untuk mendapat Pertamax di SPBU Terban, sekitar pukul 10.30.
Ia sudah datang sejak pukul 09.00. Namun, antrean begitu panjang mengular hingga memicu kemacetan di Jalan C Simanjuntak. Tapi, satu setengah jam menunggu, ia belum juga mendapatkan BBM.
"Tadi mulai ngantre dari depan Pasar Terban. Gimana lagi, nyari bensin di SPBU lain juga kosong, eceran juga nggak ada yang jualan.
Daripada nuntun motor," keluh Suji, seorang ibu rumah tangga yang hendak menjemput anaknya sekolah.
Ia telah mencoba di beberapa SPBU lain, tapi kondisinya sama saja. Premium kosong atau antrean yang sama panjangnya. "Kalau BBM mau naik harga ya naik saja, nggak usah langka begini. Kan warga yang susah. Paling ya ujung-ujungnya mau naik harga," kata Suji.
Setuju naik
Ia berharap jika ada kenaikan, nilainya jangan terlalu tinggi. Lain halnya dengan Iswanto, seorang PNS Pemda DIY yang membeli BBM di SPBU yang sama. Kendati tak terjebak antrean panjang, tapi ia hanya diperkenankan membeli Pertamax maksimal Rp 100 ribu.
"Saya mau beli Rp 150 ribu, tetap nggak boleh. Maksimal hanya Rp 100 ribu," kata Iswanto sembari menunjukkan struk pembelian BBM dari SPBU Terban. Dengan harga Rp 11.500 perliter, Iswanto praktis hanya bisa mendapatkan delapan liter Pertamax untuk sedannya.
"Besok pakai sepeda motor saja, ngirit," ujarnya. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Energi dan Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY Rani Sjamjinarsi mengatakan, Pemda DIY tidak bisa berbuat banyak sementara BPH Migas belum menetapkan revisi kuota BBM DIY.
Pihaknya bersama Pertamina sudah berupaya mendesak ke pusat untuk menagih ketetapan itu. "Pemda tidak bisa berbuat banyak selama belum ada revisi kuota dari pusat," kata Rani. Kendati demikian, Rani optimistis, pengurangan kuota nasional tidak akan berdampak besar di DIY.
Jika diprosentase, pengurangan kuota nasional itu hanya 4,2 persen yakni 48 juta kiloliter menjadi 46 juta kiloliter. "Saya pikir tidak akan berkurang signifikan di DIY. Kuotanya masih ada di kami. Hanya saja, Pertamina sedang membatasi penjualannya," papar Rani.
Pertamina dalam hal ini hanyalah operator yang menjalankan kebijakan dari BPH Migas. "Kuncinya di pusat. Makanya, bagi yang punya uang, saya minta beli BBM nonsubsidi," imbaunya.
Ada lonjakan
Dari pantauan dua hari terakhir, Pertamina mencatat lonjakan permintaan Pertamax hingga lima kali lipat. Dalam kondisi normal, kebutuhan Pertamax DIY biasanya berkisar 30 kiloliter per hari. Tapi, selama dua hari terakhir, permintaan Pertamax mencapai 150 kiloliter per hari.
"Ada lonjakan permintaan Pertamax, merata di 92 SPBU di seluruh DIY. Sleman termasuk yang paling banyak," kata Marketing Branch Manager Pertamina Cabang Yogyakarta dan Surakarta Freddy Anwar kepada Tribun Jogja.