Waspadai Potensi ISPA, Warga Disarankan Pakai Masker
Potensi ISPA memang terbilang cukup tinggi saat musim dan kondisi seperti ini, dan penyebab utamanya adalah debu yang beterbangan
Penulis: Muhammad Fatoni | Editor: tea
Laporan Reporter Tribun Jogja, M Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Wilayah DIY saat ini telah memasuki puncak kemarau. Suhu terik di siang hari juga sering disertai angin yang mengembuskan debu-debu sisa erupsi Kelud di jalanan.
Kondisi itupun berpotensi menimbulkan gangguan pernapasan. Hal itu disampaikan oleh Plh Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta, Tri Mardoyo. Ia berujar, saat musim kemarau seperti saat ini, penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) trennya meningkat.
Menurutnya, hal itu disebabkan karena suhu udara Yogyakarta cukup tinggi saat siang hari, ketika umumnya masyarakat beraktivitas. Terlebih bagi mereka yang beraktivitas di luar ruangan atau yang mobilitasnya tinggi di jalan raya rawan terkena ISPA.
"Potensi ISPA memang terbilang cukup tinggi saat musim dan kondisi seperti ini, dan penyebab utamanya adalah debu yang beterbangan serta masuk ke saluran pernafasan," jelasnya saat dihubungi, Senin (25/8).
Karena itu, warga yang beraktivitas di luar ruangan disarankan mengoptimalkan penggunaan masker untuk menutup hidung dan mulut. Pasalnya, menurut Tri, penggunaan masker itu setidaknya bisa mencegah debu masuk ke saluran pernapasan.
"Kalau siang hari kan panas dan banyak debu beterbangan, ini berbahaya bagi saluran pernapasan, jadi yang paling penting memang adalah mengoptimalkan penggunaan masker," imbaunya.
Ia membenarkan, ISPA tercatat sebagai penyakit gangguan pernapasan tertinggi saat musim kemarau seperti saat ini. Cuaca panas, debu dan perbedaan suhu yang ekstrem saat siang dan malam hari juga bisa memicu ISPA.
"Selain penggunaan masker, daya tahan tubuh juga harus lebih dijaga. Jika sekiranya badan terasa agak kurang sehat, segera konsumsi multivitamin, karena ini juga penting untuk menjaga dari penyakit tersebut," ujar dia.
Terpisah, Direktur Merapi Rescue Community atau dikenal juga sebagai Mitigation, Rescue and Conservation Institution (MRC Institution), A Lesto P Kusumo, mengatakan dalam beberapa hari terakhir udara di wilayah DIY memang terasa panas dan kering. Kondisi ini diperparah dengan potensi abu debu Gunung Kelud yang pernah turun di DIY kembali beterbangan.
Kondisi itu perlu disikapi dengan serius, mengingat partikel debu halus yang cukup tajam dapat menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernapasan. Halusnya partikel debu pupuk vulkanik ini juga dapat bertahan cukup lama mengambang di udara lantaran terbawa angin.
"Fenomena ini tidak hanya terjadi di siang hari, tetapi juga berpotensi terjadi pada malam hari akibat kelembaban udara yang cukup tinggi," ujarnya.
Ia pun mengimbau masyarakat agar tidak menggosok mata apabila terasa kemasukan debu, melainkan menggunakan obat tetes mata atau membasuh dengan air bersih. Selain itu, disarankan untuk minum air putih bila tenggorokan terasa kering dan tidak nyaman.
"Membersihkan badan, terutama pada bagian leher dan lipatan badan juga penting karena pada bagian tersebut partikel debu ini bisa menempel. Selain itu, cucilah tangan dan kaki setelah beraktivitas dan sebelum makan," paparnya. (ton)