Aktivitas Gunung Merapi Meningkat

Pascaletusan, Warga di KRB III Merapi Tetap Enggan Direlokasi

Sri Purnomo menegaskan tidak akan memaksa warganya agar bersedia direlokasi ke tempat yang lebih aman

Penulis: Joko Widiyarso | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM | AGUNG ISMIYANTO
Petugas BPBD mengamati kondisi Merapi dan tiga alur warna putih terpantau dari pos pengamatan Babadan Kabupaten Magelang, Senin (18/11). 

Laporan Reporter Tribun Joko Widyarso

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Meski terjadi retakan baru di kubah Merapi setelah letusan Senin (18/11/2013) lalu, Pemkab Sleman belum akan bertindak lebih jauh terhadap warga khususnya yang berada di kawasan rawan bencana (KRB) III.

Bupati Sleman, Sri Purnomo menyatakan hanya akan bertindak sesuai sistem yang telah ada. Soal bencana Merapi, ia menyerahkan semuanya kepada otoritas yang berwenang, yaitu Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta.

"Kami menunggu BPPTKG soal itu (status Merapi, Red). Kami tak akan membuat langkah di luar sistem. Jadi kami tak akan melangkah melebihi kapasitas kami," katanya seusai melantik 33 kepala desa se-Sleman di Pendopo Parasamya, Kamis (21/11/2013).

Mengenai bencana yang sewaktu-waktu datang, Sri Purnomo menegaskan bahwa Pemkab Sleman telah memiliki prosedur tetap (protap) soal Merapi. Jadi jika ada bencana, masyarakat sudah tahu apa yang harus dilakukannya.

"Jadi untuk bencana, kami tinggal menjalankan protap yang sudah ada dan sudah disimulasikan sebelumnya. Setelah letusan lalu, membuktikan bahwa Merapi punya aktivitas lagi. Makanya warga harus selalu memonitor perkembangannya," paparnya.

Yang terpenting adalah, lanjutnya, warga di KBR III yang masih bertahan selalu memberlakukan status Siaga atau dua tingkat dari status Aktif Normal yang saat ini diberlakukan BPPTKG terhadap Merapi.

SP juga akan terus meminta 600-an warga yang berada di kawasan rawan bencana (KRB) III di Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, dan Srunen, Desa Glagaharjo untuk bersedia dievakuasi ke hunian tetap (huntap). Hingga letusan Senin (18/11/2013) lalu, mereka memilih bertahan di rumah mereka dan belum berpikir untuk turun.

"Kami tak akan bosan-bosan meminta warga (di KRB III) agar berubah pikiran dan mau turun ke bawah di huntap yang telah kami siapkan bagi mereka," jelasnya.

Meski begitu, Sri Purnomo menegaskan tidak akan memaksa warganya agar bersedia direlokasi ke tempat yang lebih aman. Ia lebih memilih warganya sadar dengan sendirinya mengenai keselamatannya masing-masing, hingga kemudian turun dengan sendirinya.

"Sampai sekarang tidak ada unsur paksaan bagi warga untuk turun. Kami ingin kesadaran warga tumbuh demi kepentingan keamanan mereka," paparnya.

Ia menjelaskan, jika bersedia turun, warga akan mendapatkan keamanan yang lebih dibandingkan bila berada dalam jarak hanya sekitar 5 kilometer dari Merapi. Mengenai alasan warga yang tidak dapat meninggalkan tanah dan rumah mereka, ia menganggap hal itu tidak dapat dijadikan alasan.

"Kalau warga mau turun ke huntap dan tinggal di huntap, tanah dan rumah di atas pun masih menjadi milk mereka," terangnya.

Kepala BPBD Sleman, Julisetiono Dwi Wasito pun mengingatkan warga yang bertahan di KRB III untuk lebih siaga. Pasalnya, setelah letusan 2010 lalu, perilaku Merapi cenderung berubah drastis.

"Jadi memang sudah konsekuensi, warga yang tidak mau turun harus lebih siaga dan siap untuk sewaktu-waktu terjadi bencana. Mereka harus mau dan mampu mengungsi," katanya.(wid)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved