Otak Pembunuhan dan Perkosaan Siswi SMK YPKK Lolos dari Vonis Mati
Sebelum menjatuhkan vonis,majelis hakim telah menjelaskan berbagai pertimbangan yang lebih banyak memberatkan bagi Hardani
Penulis: Joko Widiyarso | Editor: Mona Kriesdinar

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Ekspresi wajah terdakwa Hardani (53) tetap datar-datar saja saat ketua majelis hakim Sutikna membacakan vonisnya di Pengadilan Negeri Sleman, Kamis (24/10/2013). Otak kasus perkosaan dan pembunuhan sadis yang menggemparkan Sleman itu divonis hukuman seumur hidup. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yaitu hukuman mati.
"Setelah berbagai pertimbangan, kami menyatakan bahwa terdakwa Hardani bersalah secara sah telah bersetubuh dengan korban yang tak berdaya dan telah melakukan pembunuhan berencana. Kami memutuskan pidana seumur hidup kepadanya," ujar Sutikna.
Sebelum menjatuhkan vonis, majelis hakim telah menjelaskan berbagai pertimbangan yang lebih banyak memberatkan bagi Hardani. Di antaranya adalah Hardani disebut sebagai aktor intelektual pemerkosaan, pembunuhan, dan penghilangan mayat Ria Puspita Restanti (16), siswi SMK YPKK 3 Maguwoharjo, Depok, Sleman
Selain itu, hal yang memberatkan Hardani adalah bahwa ia seorang anggota kepolisian yang seharusnya menjadi contoh baik dan mengayomi masyarakat. Faktanya, ia justru menjadi otak pembunuhan keji terhadap seorang siswi yang masih di bawah umur. Saat kasus terjadi, Hardani adalah anggota Polsek Kalasan.
"Yang paling memberatkan adalah perbuatan terdakwa sangat sadis dan melukai harkat dan martabat perempuan. Ia juga melecehkan jasad korban yang merupakan milik Allah. Selain itu, tak pantas ia jadi aktor pembunuhan," jelasnya.
Untuk diketahui, Ria Puspita yang masih duduk di bangku kelas dua SMK YPKK menjadi korban pemerkosaan oleh tujuh orang. Korban sebelumnya dipaksa menenggak minuman keras terlebih dahulu.
Perbuatan tersebut dilakukan di rumah kosong milik keluarga Yonas, Dusun Gatak, Selomartani, Kalasan, Sleman, pada hari Selasa 9 April 2013 lalu.
Setelah diberi minuman keras, Ria diperkosa secara bergilir, dan kemudian dibunuh dengan sadis. Mayat korban lantas dibuang ke persawahan dekat sungai, daerah Kringinan, Selomartani, sekitar 500 meter jaraknya dari tempat kejadian pertama. Mayat korban sempat dua kali dibakar untuk menghilangkan jejak dan baru ditemukan pada Selasa 16 April 2013.
Atas kasus tersebut, empat dari tujuh orang pelaku dijerat dengan hukuman mati, termasuk Hardani. Sedangkan tiga pelaku yang masih di bawah umur dikenai UU Perlindungan Anak, dengan maksimal hukuman 10 tahun penjara.
Dalam sidang kemarin, ketua majelis hakim, Sutikna juga menegaskan bahwa tak ada hal yang meringankan bagi Hardani selama persidangan. Alibi yang dimunculkannya bahwa ia tidak berada di tempat kejadian saat aksi berlangsung, justru membuktikan bahwa Hardani tidak konsisten.
Terhadap vonis seumur hidup itu, jaksa penuntut umum Wahyu Handoyo menyatakan akan berkoordinasi dengan tim jaksa untuk menyikapinya. Ia belum dapat memutuskan apakah akan menerima atau banding terhadap putusan hakim.
"Kami pikir-pikir dulu," jelasnya.
Pada persidangan lainnya, terdakwa Khairil Anwar (40) juga diganjar dengan hukuman seumur hidup. Ia pun dianggap dengan meyakinkan telah melakukan persetubuhan, pembunuhan, dan usaha menyembunyikan mayat korban.
Atas putusan tersebut, penasihat hukum Khairil Anwar, Danar Nitiprodjo menolak dan menyatakan banding. Menurutnya, majelis hakim tidak melihat seluruh fakta, bahwa kliennya melakukan perbuatannya karena berada di bawah tekanan Hardani. Untuk itu, kata Danar, seharusnya hukuman kliennya lebih ringan.
Dua terdakwa lain yang berkasnya dijadikan satu adalah Yonas Revalusi Anwar (18) serta Edi Nur Cahyo (20). Yonas divonis dengan hukuman seumur hidup dan sedangkan Edi 10 tahun penjara. Yonas adalah anak dari Khairil Anwar. Ini berarti ayah dan anak sama-sama divonis seumur hidup dalam kasus tersebut.