Labuhan Merapi
Prosesi Labuhan Merapi Diawali dengan Berdoa di Rumah Mbah Maridjan
Pemanjatan doa dilaksanakan sebelum rombongan melakukan perjalanan ke titik pusat labuhan
Penulis: Mona Kriesdinar | Editor: Rina Eviana Dewi

Laporan Reporter Tribun Jogja, Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Pemanjatan doa di lokasi rumah Alm Mbah Maridjan, mengawali prosesi Labuhan Merapi pada Senin (10/06/2013) sekitar pukul setengah tujuh pagi. Pemanjatan doa dilaksanakan sebelum rombongan melakukan perjalanan ke titik pusat labuhan di Srimanganti yang ditempuh sekitar dua jam perjalanan.
Adapun bekas lokasi rumah Alm Mbah Maridjan kini ditandai dengan tetengger berupa saung yang terbuat dari bambu dan berupa tembok bidang berukuran 2 x 3 meter yang merupakan bekas pondasi rumah. Wangi dupa terasa di sekitar lokasi yang selalu ramai dikunjungi wisatawan ini.
Tak lebih dari 10 menit, rombongan mulai melakukan perjalanan menempuh rute terjal menanjak sambil membawa ubo rampe. Di urutan belakang, ratusan warga masyarakat ikut serta mengikuti jalannya prosesi.
"Kita harus percaya bahwa hidup ini hubungannya harus secara vertikal, horizontal dan berhubungan baik dengan alam semesta, termasuk percaya pada hal-hal yang tidak tampak. Nah budaya Jawa ini menghargai keberadaan mereka, bukan mendewakan atau menyembah tapi menghormatinya. Terserah orang lain mau menerjemahkannya bagaimana," Abdi Dalem Kawedanan Hageng Punokawan (KHP) Widya Budaya, Karaton Ngayogyokarto Hadiningrat, KRT Rinto Isworo.
Namun yang jelas, tambahnya, prosesi Labuhan Merapi terkait erat dengan kandungan nilai-nilai budayanya. "Tidak ada syirik," tandasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)