Hip Hop
Hellhouse Komunitas Terbesar di Yogyakarta
Cara berpakaian dan lifestyle generasi muda saat ini dapat menjadi bukti bahwa musik Hip Hop
Penulis: rap | Editor: Iwan Al Khasni
Karena proses akulturasi, musik Hip Hop yang semulanya berbahasa Inggris, kemudian mulai menggunakan bahasa Indonesia, bahkan menggunakan bahasa daerah. Di balik lagu-lagu karya sendiri tersebut terdapat banyak pesan-pesan moral yang sudah diakui, dan bisa dengan lebih mudah dikomunikasikan kepada masyarakat. Secara budaya, musik Hip Hop bisa menjadi sarana yang sangat baik untuk mengajarkan nilai-nilai budaya lokal kepada masyarakat.
Komunitas Hellhouse dibentuk tahun 2007 lalu oleh sesama penggemar hip hop. Awalnya hanyalah sebagai naungan untuk memproduksi merchendise, musik, dan setelah menguat, mereka pun acapkali mengaadakan event secara rutin. Hellhouse juga sebagai wahana bertemunya para rapper, produser, beat maker, Dj, dan bomber (grafiti).
Hingga kini anggota komunitas ini tercatat ada 50 lebih anggota yang bergabung. Untuk grup di antaranya terdapat nama-nama seperti, Kontra, DPMB, Begundal Clan, Elpacino, Soul 2 Playa, Zapa, Mlethod Man, dan lainnya. Sedangkan nama-nama beat maker di antaranya Dj Anto Gantaz (Rotra), Balance Jahanam, lacos, Rob Mili, Dj Holza, Donnero, dan Dj Katerachy.
Menurut Alex aka Donnero pegiat komunitas ini, Hellhouse juga semacam pergerakan yang menjadi motivasi scene hip hop Yogyakarta dan kota lainnya untuk memberikan standart kualitas baru ke depannya.
“Di Jogja yang senior tidak pelit ilmu pada yang baru-baru,” ujar cowok yang menggeluti hip hop sejak 2003 ini.
Bagi cowok bernama asli Alexander Sinaga ini, hip hop bukan sekedar genre musik, dan fashion, namun telah menjadi ideologi dan lifestyle luar dalam. “Mau ngapa-ngapain pasti ada hubungannya dengan hip hop,” ungkap rapper yang juga bekerja sebagai audio editor di sebuah Production House di Yogya ini. (*)