Kota Yogya

Kasus DBD di Kota Yogya Menurun di Tahun 2018

Meskipun telah menurun, masyarakat diharapkan untuk tetap waspada dan menjaga kebersihan lingkungan.

Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUN JOGJA/M FAUZIARAKHMAN
Demam berdarah dengue 

TRIBUNJOGJA.COM - Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Yogyakarta kian tahun kian menurun.

Endang Sri Rahayu Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, menerangkan jika kasus DBD di Kota Yogyakarta tahun 2018 lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Untuk tahun 2018 sendiri jumlah kasus DBD yang tercatat sebanyak 113 kasus.

Sedangkan di tahun 2017 sendiri tercatat sebanyak 414 kasus.

Baca: Lebarkan Sayap, Naavagreen Akan Buka Cabang Baru di Bintaro dan Jambi

"Untuk tahun 2018 memang menurun. Dari tahun 1998 kasus DBD di Kota Yogyakarta yang paling banyak di tahun 2016, yakni tercatat ada 1705 kasus. Ada banyak faktor yang mempengaruhi, untuk di tahun 2016 kenapa sangat banyak karena musim hujan juga cukup panjang," terangnya pada Tribunjogja.com.

Endang mengatakan meskipun telah menurun, masyarakat diharapkan untuk tetap waspada dan menjaga kebersihan lingkungan.

Dia juga mengatakan jika dari Dinkes Kota Yogyakarta telah membuat inovasi dengan pembentukan 1 rumah 1 Jumantik, untuk mengurangi kasus DBD.

"Kasus DBD memang berkaitan erat dengan musim. Kita sudah membuat inovasi melalui 1 rumah 1 Jumantik. Dimana, setiap orang diharap peduli dengan hal tersebut," katanya.

Baca: Meski Kasus Terus Menurun, Dinkes Sleman Tetap Waspadai Siklus 5 Tahunan Kasus Demam Berdarah

Endang menerangkan, yang paling banyak terjangkit DBD yakni anak-anak, mulai usia 5-12 tahun.

Oleh karenanya di sekolah-sekolah juga telah diberikan sosialiasi ke anak-anak.

"Yang paling banyak memang dari anak-anak. Untuk itu telah ada sosialiasi lewat sekolah. Malahan, di Danurejan telah ada Laskar Berlian (Bersih Lingkungan Anti Nyamuk), dimana anak-anak dilibatkan menjadi Jumantik kecil," katanya.

Berkenan dengan fogging, Endah mengatakan hal tersebut menjadi alternatif terakhir.

Baca: Kenali Penyakit Demam Berdarah Dengue: Penyebab, Gejala dan Pencegahannya

Dia menerangkan jika fogging sendiri memiliki beberapa dampak, seperti halnya fogging hanya mematikan nyamuk dewasa sedangkan jentik-jentiknya masih ada.

Kedua, fogging bisa mengganggu kesehatan dimana terdapat risiko sesak nafas, bahkan kanker jika dilakukan terus-menerus.

Ketiga ditakutkan jika Fogging dilakukan terus membuat nyamuk menjadi resisten.

"Fogging itu jurus terakhir kalau sudah kepepet. Karena dampaknya juga besar. Fogging ini dilakukan manakala ditemukan 2 penderita yang sama dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) kurang dari 95%. Atau ketika ada kasus meningal dunia. Ada ketentuan khusus untuk melakukan Fogging," ungkapnya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved