Kota Jogja
Prosesi Jamasan Pusaka di Balaikota Yogyakarta, Momen Mengingatkan Kembali Pesan Raja pada Pemkot
Heroe Poerwadi dipercaya menjadi orang yang membersihkan benda pusaka pemberian Sri Sultan Hamengku Buwono X
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sang Kyai Wijoyo Mukti ditandu dari ruang kerja Wali Kota Yogyakarta menuju halaman Balaikota untuk menjalani ritual jamasan.
Kyai Wijoyo Mukti bukanlah orang, ia merupakan pusaka dari tahun 1921 milik Sri Sultan Hamengku Buwono VIII yang kini tinggal di Kompleks Balaikota Yogyakarta.
Puluhan abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat tampak mengawal sebuah tombak yang sedang dijamas di Halaman Balaikota Yogyakarta, Kamis (4/10/2018).
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, dipercaya menjadi orang yang membersihkan benda pusaka pemberian Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada Pemerintah Kota Yogyakarta pada masa pemerintahan mendiang Widagdo selaku Wali Kota Yogyakarta kala itu.
Heroe yang beru pertama kali melakukan jamasan pada benda pusaka tersebut, tampak larut dalam setiap ritual pembersihan yang difokuskan pada ujung tombak tersebut.
Ia pun menunjukan raut wajah yang tenang dan telaten mengeringkan tombak tersebut dengan serabut kelapa kering.

Setelah prosesi jamasan tersebut, Heroe menyerahkan kembali Pusaka Tombak Kyai Wijoyo Mukti kepada para abdi dalem, untuk selanjutnya dikembalikan ke tempatnya semula di ruang kerja Wali Kota Yogyakarta.
Abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang juga merupakan Camat Keraton, Widodo Mudjiyatno menjelaskan bahwa pusaka tersebut merupakan lambang yang diberikan Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton kepada Pemerintah Kota Yogyakarta agar bisa mewujudkan masyarakat yang makmur.
"Dilambangkan dengan pamor atau gambar yang ada di besi tombak yakni wos wuthah. Itu adalah beras yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat," tandasnya.
Tahapan dalam jamasan tersebut, dijelaskan Widodo melalui beberapa tahapan. Pertama adalah dengan melihat kondisi tombak sendiri, adakah korosi atau tidak.
Selanjutnya, penutup tombak dibuka dan dilihat, dibersihkan dengan air, lalu menggunakan air jeruk nipis, kemudian dikeringkan.
"Lalu juga menggunakan arsinikem. Kalau dulu, arsinikem dioles pada pusaka karena saat perang itu fungsinya adalah racun. Tapi karena itu bahan kimia, maka bisa memunculkan pamor," bebernya.
Selain itu, untuk menjaga kondisi tombak, digunakan juga minyak pusaka dalam jamadan tersebut untuk dioleskan pada besi tombak.
"Minyak pusaka yang dipakai di sini adalah cendana. Lalu setelah itu dikeringkan, disematkan roncean (rangkaian) bunga melati, dan ditutup," bebernya.
